PADA tahun 1140-an Masehi seorang sarjana Italia bernama Gerard (dikenal sebagai Gerard of Cremona atau Gerardus Cremonensis) melakukan perjalanan ke semenanjung Spanyol dengan harapan menemukan salinan langka teks-teks kuno tentang astronomi di era Yunani (berusia seribu tahunan) yang dikenal sebagai Almagest. Ketika itu, peluang terbaiknya hanya ada di sana dibanding di tempat lain di Eropa.
Mengapa? Karena bagian selatan semenanjung Spanyol pernah berada di bawah kekuasaan Arab (muslim) selama berabad-abad dan selama dinasti Islam berkuasa di sana, ribuan teks klasik dari era Yunani berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Teks-teks tersebut justru telah lama hilang dari bahasa-bahasa vernacular (bahasa yang dipakai sehari-hari) di Barat sendiri.
Baca juga: Sejarah Abad Kegelapan: Terpuruknya Eropa Sebelum Renaissance
Perpustakaan Kota Toledo, di tengah semenanjung Spanyol, menampung puluhan buku berharga tersebut. Ketika Gerard memutuskan untuk pergi ke sana, Kota Toledo telah direbut kembali oleh salah satu kerajaan Kristen dari utara. Artinya, para sarjana Barat bebas mengunjunginya dengan aman.
Tak disangka, Gerard justru menemukan lebih dari yang diharapkan. Bukan hanya teks astronomi, tetapi juga studi klasik dari dunia Arab tentang dialektika, geometri, filsafat, dan kedokteran, di mana monograf-monograf tersebut justru melebihi karya-karya Euclid, Galen, Ptolemy, dan Aristoteles dari Yunani sekalipun.
Gerard pun terkagum-kagum. Ia merasa telah menemukan seluruh perbendaharaan pengetahuan yang ia butuhkan. Karena kewalahan akibat bahan yang terlalu banyak, Gerard akhirnya memutuskan untuk menetap di Toledo dan mulai belajar bahasa Arab.
“Ia mulai menyesali ketertinggalan orang Latin dalam hal ini,” tulis salah satu muridnya.
"Lalu ia belajar bahasa Arab agar bisa menerjemahkan ke dalam bahasa Latin. Bahkan sampai akhir hayatnya ia terus mengirimkan hasil terjemahan buku apa pun yang menurutnya bagus ke dunia Latin (Barat), seakurat dan sejelas yang dia bisa,” lanjut muridnya.
Begitulah lebih kurang paragraf-paragraf awal bagaimana Susan Wise Baeur memulai bukunya, "History of Renaissance World," tahun 2013.
Saya secara tak sengaja "bertemu" buku Susan setahun kemudian di salah satu perpustakaan sebuah universitas swasta di Jepang, saat iseng-iseng mampir dan menunggu seorang kawan yang sedang menyelesaikan kelasnya di sana. Buku 900-an halaman itu memeras waktu saya lebih kurang lima hari, sehari sebelum jadwal saya meninggalkan Kyoto.
Tetapi isinya membekas di memori saya dengan sangat jelas, memperkuat keyakinan dan kepercayaan diri saya sebagai salah seorang muslim. Selain buku tersebut, Susan juga telah menulis History of Medieval World (2010) dan History of Ancient World (2007).
Sebagai penutup cerita Gerard dari Cremona tersebut, Susan menulis satu kalimat yang luar biasa. "Dan Abad Renaisance pun telah dimulai," tulisnya.
Ya, abad pencerahan (renaissance) yang secara umum dipahami dimulai di Eropa abad 16-17-an sejatinya diawali dengan fondasi dasar yang telah dimulai di abad ke 12, di saat dunia Barat menemukan harta karun ilmu dari dunia Islam (Arab). Ambil contoh misalnya Al Nafis. Di abad ke 17, William Harvey mempostulasikan teori tentang bagaimana darah mengalir di dalam hati dari kamar kiri hati ke kamar bagian kanan hati.
Dan postulasi itu dianut oleh hampir semua ilmuwan setelah itu, sampai akhirnya di tahun 1928-an, ditemukan sebuah dokumen di Damaskus bahwa Al Nafis telah membuat teori tentang itu terlebih dahulu.
Al Nafis adalah ilmuwan era akhir kejayaan Khilafah Abbasiah yang hidup di abad ke 13. Al Nafis kala itu mencoba membantah teori Galen, ahli Yunani yang mempostulasikan bagaimana darah mengalir dari chamber kiri ke chamber kanan di dalam hati. Menurut Galen, ada pori-pori di antara dua kamar di dalam hati tersebut.
Baca juga: Tokoh Renaissance, dari Copernicus sampai Da Vinci