KOMPAS.com - Perjanjian Salatiga adalah perjanjian antara VOC, pewaris Mataram diwakili oleh Pakubuwana III, Hamengkubuwana I, dan Raden Mas Said pada 17 Maret 1757.
Perjanjian Salatiga ditandatangani di Gedung Pakuwon, di Jalan Brigjen Sudiarto No.1, Salatiga, Jawa Tengah.
Isi perjanjian tersebut adalah Raden Mas Said atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa mendapatkan sebagian wilayah dari kekuasaan Kasunanan Surakarta yang dikuasai Pakubuwana III.
Sehingga sejak saat itu wilayah Mataran terpecah menjadi tiga wilayah, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.
Lihat postingan ini di Instagram
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pangeran Mangkubumi Memproklamasikan Berdirinya Kasultanan Yogyakarta
Dilansir dari Kompas.com, (3/6/2021), setelah Sultan Agung wafat, Kerajaan Mataram mulai mengalami pergolakan besar.
Pewaris tahta Sultan Agung saat itu, Amangkurat II, telah bekerjasama dengan VOC untuk meredam salah satu pemberontakan yang terjadi.
Berawal dari hubungan kerjasama tersebut, VOC kemudian ikut campur dalam urusan internal di Kesultanan Mataram.
Pada 1746, salah satu pemberontakan yang terkenal adalah yang dilakukan oleh RM Said, keponakan Pakubuwana II, dan Pangeran Mangkubumi.
Namun, pada 13 Februari 1755, perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.
Melalui perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Selanjutnya Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang memimpin Kasultanan Yogyakarta.
Baca juga: Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi): Biografi dan Perjuangan