Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian Salatiga: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Kompas.com - 03/06/2021, 13:36 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perjanjian Salatiga adalah kesepakatan yang ditandatangani oleh para pewaris Mataram, yaitu Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, Raden Mas Said dan VOC.

Perjanjian ini ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Gedung Pakuwon yang terletak di Jalan Brigjen Sudiarto No. 1, Salatiga, Jawa Tengah.

Tujuan dari Perjanjian Salatiga adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi pasca perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram.

Melalui kesepakatan ini, Hamengkubuwono I dan Pakubuwono II harus merelakan sebagian wilayah kekuasaannya untuk Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa.

Daerah yang diberikan mencakup Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan Ngawen, Yogyakarta.

Dengan begitu, wilayah Mataram resmi dibagi menjadi tiga kekuasaan.

Baca juga: Kerajaan Mataram Islam: Pendiri, Kehidupan Politik, dan Peninggalan

Latar belakang perjanjian

Setelah Sultan Agung wafat, Kerajaan Mataram Islam mulai mengalami pergolakan besar.

Untuk meredam salah satu gerakan pemberontakan, Amangkurat II mulai bekerjasama dengan VOC.

Sejak saat itu, VOC terus ikut campur dalam urusan interal keraton Mataram dan pergolakan masih saja terjadi.

Salah satu pemberontakan yang terkenal adalah pasukan yang dipimpin oleh Raden Mas Said (1746), keponakan Pakubuwono II, dan Mangkubumi.

Perlawanan Mangkubumi kemudian resmi diakhiri melalui Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755.

Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.

Kasultanan Ngayogyakarta diserahkan kepada Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I, sementara Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono III.

Raden Mas Said yang tidak diikutkan dalam perjanjian tersebut merasa kecewa dan semakin gencar melakukan perlawanan bbaik kepada Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, dan VOC.

Merasa tidak mampu menanganinya, VOC menawarkan jalan damai dengan Perjanjian Salatiga.

Pihak-pihak terkait kemudian berkumpul di Gedung Pakuwon yang terletak di Jalan Brigjen Sudiarto No. 1, Salatiga, Jawa Tengah, pada 17 Maret 1757.

Pemilihan lokasi perjanjian didasari oleh wilayahnya yang netral dan berada di tengah-tengah antara ketiga pihak Mataram dan VOC.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Isi Perjanjian Salatiga

Ketika perundingan sedang berlangsung, Raden Mas Said menyatakan kesetiannya pada raja Surakarta Hadiningrat dan VOC.

Pakubuwono III kemudian memberikan tanah 4000 cacah dengan wilayah meliputi Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan Ngawen, Yogyakarta.

Sementara Hamengkubuwono I tidak memberikan apa-apa.

Raden Mas Said kemudian dinobatkan sebagai adipati Mangkunegara I dan wilayah kekuasaannya disebut Mangkunegaran.

Berikut isi Perjanjian Salatiga.

  • Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji (Pangeran yang mempunyai status setingkat dengan raja-raja di Jawa).
  • Pangeran Miji tidak diperkenankan duduk di Dampar Kencana (Singgasana)
  • Pangeran Miji berhak untuk meyelenggarakan acara penobatan raja dan memakai semua perlengkapan raja.
  • Tidak boleh memiliki Balai Witana.
  • Tidak diperbolehkan memiliki alun-alun dan sepasang ringin kembar.
  • Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman mati.
  • Pemberian tanah lungguh seluas 4000 cacah yang tersebar meliputi Kaduwang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Kedu, Pajang sebelah utara dan selatan.

Dampak Perjanjian Salatiga

Perjanjian Salatiga adalah salah satu langkah VOC memastikan Kesultanan Mataram terbagi menjadi tiga kekuasaan yang diperintah oleh Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, Raden Mas Said.

Setelah perjanjian tersebut, konflik intern keraton Mataram mulai mereda dan keamanan relatif stabil.

Namun, harapan Mangkunegara I untuk merajut takhta Mataram dalam satu kekuasaan tunggal juga musnah.

 

Referensi:

  • Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com