Adanya Perjanjian Giyanti yang membelah Kerajaan Mataram menjadi dua membuat Raden Mas Said merasa kecew.
Setelah itu, dia terus menerus melakukan perlawan kepada Hamengkubuwana I, Pakubuwana III, dan VOC.
VOC pada waktu itu merasa kewalahan untuk meredam pemberontakan yang dilakukan RM Said memilih menawarkan jalan damai.
Akhirnya, RM Said menerima tawaran damai dari VOC tersebut dan dilakukanlah Perjanjian Salatiga.
Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Siasat Licik VOC Memecah Mataram
Pihak yang terlinat dalam Perjanjian Salatiga adalah VOC, Raja Kasuanan Surakarta Pakubuwana III, Raja Kasultanan Yogyakarta Hamengkubuwana I, dan RM Said.
Pada 17 Maret 1757, perjanjian tersebut ditandatangani di Gedung Pakuwon, di Jalan Brigjen sudiarto No.1, Salatiga, Jawa Tengah.
Tempat tersebut merupakan wilayah netral yang terletak di tengah-tengah antara ketiga pihak Mataram dan VOC.
Lewat Perjanjian Salatiga, RM Said menyatakan kesetiaannya pada raja Kasunanan Surakarta dan VOC.
Melalui Perjanjian Salatiga, Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa kemudian dinobatkan menjadi Adipati Mangkunegaran I yang wilayah kekuasaannya disebut Mangkunegaran.
Pakubuwana III memberikan tanah sebanyak 4.000 cacah dengan wilayah meliputi Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan Ngawen, Yogyakarta.
Namun, dari pihak Hamengkubuwana I tidak memberikan wilayahnya kedapa RM Said.
Berikut ini adalah isi dari Perjanjian Salatiga:
Baca juga: Perjanjian Salatiga: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya