Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757: Tanah Mataram Terbagi Jadi 3 Kekuasaan

Kompas.com - 17/03/2022, 09:57 WIB
Taufieq Renaldi Arfiansyah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perjanjian Salatiga adalah perjanjian antara VOC, pewaris Mataram diwakili oleh Pakubuwana III, Hamengkubuwana I, dan Raden Mas Said pada 17 Maret 1757.

Perjanjian Salatiga ditandatangani di Gedung Pakuwon, di Jalan Brigjen Sudiarto No.1, Salatiga, Jawa Tengah.

Isi perjanjian tersebut adalah Raden Mas Said atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa mendapatkan sebagian wilayah dari kekuasaan Kasunanan Surakarta yang dikuasai Pakubuwana III.

Sehingga sejak saat itu wilayah Mataran terpecah menjadi tiga wilayah, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Sejarah & Budaya (@kanjengnuky)

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pangeran Mangkubumi Memproklamasikan Berdirinya Kasultanan Yogyakarta

Sejarah Perjanjian Salatiga

Gedung Pakuwon di Salatiga, tempat diadakannya Perjanjian Salatiga, 17 Maret 1757goodnewsfromindonesia Gedung Pakuwon di Salatiga, tempat diadakannya Perjanjian Salatiga, 17 Maret 1757

Dilansir dari Kompas.com, (3/6/2021), setelah Sultan Agung wafat, Kerajaan Mataram mulai mengalami pergolakan besar.

Pewaris tahta Sultan Agung saat itu, Amangkurat II, telah bekerjasama dengan VOC untuk meredam salah satu pemberontakan yang terjadi.

Berawal dari hubungan kerjasama tersebut, VOC kemudian ikut campur dalam urusan internal di Kesultanan Mataram.

Pada 1746, salah satu pemberontakan yang terkenal adalah yang dilakukan oleh RM Said, keponakan Pakubuwana II, dan Pangeran Mangkubumi.

Namun, pada 13 Februari 1755, perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.

Melalui perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Selanjutnya Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang memimpin Kasultanan Yogyakarta.

Baca juga: Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi): Biografi dan Perjuangan

 

Kekecewaan RM Said

Raden Mas Saidtribunnewswiki.com Raden Mas Said

Adanya Perjanjian Giyanti yang membelah Kerajaan Mataram menjadi dua membuat Raden Mas Said merasa kecew. 

Setelah itu, dia terus menerus melakukan perlawan kepada Hamengkubuwana I, Pakubuwana III, dan VOC.

VOC pada waktu itu merasa kewalahan untuk meredam pemberontakan yang dilakukan RM Said memilih menawarkan jalan damai.

Akhirnya, RM Said menerima tawaran damai dari VOC tersebut dan dilakukanlah Perjanjian Salatiga.

Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Siasat Licik VOC Memecah Mataram

Perjanjian Salatiga

Pihak yang terlinat dalam Perjanjian Salatiga adalah VOC, Raja Kasuanan Surakarta Pakubuwana III, Raja Kasultanan Yogyakarta Hamengkubuwana I, dan RM Said.

Pada 17 Maret 1757, perjanjian tersebut ditandatangani di Gedung Pakuwon, di Jalan Brigjen sudiarto No.1, Salatiga, Jawa Tengah.

Tempat tersebut merupakan wilayah netral yang terletak di tengah-tengah antara ketiga pihak Mataram dan VOC.

Lewat Perjanjian Salatiga, RM Said menyatakan kesetiaannya pada raja Kasunanan Surakarta dan VOC.

Isi perjanjian Salatiga

Puro Mangkunegaran, Kota SoloKOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati Puro Mangkunegaran, Kota Solo

Melalui Perjanjian Salatiga, Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa kemudian dinobatkan menjadi Adipati Mangkunegaran I yang wilayah kekuasaannya disebut Mangkunegaran.

Pakubuwana III memberikan tanah sebanyak 4.000 cacah dengan wilayah meliputi Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan Ngawen, Yogyakarta.

Namun, dari pihak Hamengkubuwana I tidak memberikan wilayahnya kedapa RM Said.

Berikut ini adalah isi dari Perjanjian Salatiga:

  • Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji (Pangeran yang mempunyai status setingkat dengan raja-raja di Jawa).
  • Pangeran Miji tidak diperkenankan duduk di Dampar Kencana (Singgasana)
  • Pangeran Miji berhak untuk meyelenggarakan acara penobatan raja dan memakai semua perlengkapan raja.
  • Tidak boleh memiliki Balai Witana.
  • Tidak diperbolehkan memiliki alun-alun dan sepasang ringin kembar.
  • Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman mati.
  • Pemberian tanah lungguh seluas 4000 cacah yang tersebar meliputi Kaduwang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunungkidul, Kedu, Pajang sebelah utara dan selatan.

Baca juga: Perjanjian Salatiga: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

 

Dampak Perjanjian Salatiga

Dengan adanya Perjanjian Salatiga, VOC dapat meredam konflik internal Kerajaan Mataram.

Akan tetapi, perjanjian tersebut membuat Kerajaan Mataram pecah menjadi tiga kekuasaan, masing-masing kekuasaan yang dipimpin oleh Pakubuwana III, Hamengkubuwana I, dan Mangkunegaran I.

Selain itu, Perjanjian Salatiga membuat Mangkunagaran I tidak lagi dapat melanjutkan harapannya dengan menyatukan takhta Mataram menjadi satu kekuasaan tunggal.

Baca juga: Perjanjian Jatisari 15 Februari 1755, Awal Mula Beda Budaya Surakarta dan Yogyakarta

Keuntungan VOC

Plakat VOCWikipedia Commons Plakat VOC

Dilansir dari Kompas.com, (4/1/2022), melalui kerja sama dengan Karajaan Mataram, VOC kemudian mendapatkan keuntungan besar dengan melakukan politik pecah belah.

Ketika berhasil membantu Mataram untuk meredam pemberontakan Trunajaya, pihak Mataram dituntut untuk mengganti rugi biaya perang yang dikeluarkan VOC.

Karena tidak dapat membayar tagihan biaya tersebut, pihak Mataram lalu menyerahkan seluruh pelabuhan di Pantai Utara Jawa kepada VOC.

Selain itu, VOC juga menguasi hak monopoli dari ekspor dan impor beras dan barang-barang manufaktur.

Akibat Mataram berkerjasama dengan VOC membuat kekuasaannya semakin menyempit.

VOC memecah Mataram

Alasan utama VOC memecah Kerajaan Mataram adalah untuk melakukan monopoli perdagangan di wilayah Pulau Jawa.

Kerajaan Mataram saat itu adalah kerajaan penghasil beras dan kayu yang diminati oleh Belanda saat itu.

VOC kemudian memecah Matarama untuk melancarkan kepentingannya di bidang perdagangan, ekonomi, dan politik.

Selain itu dari segi politk untuk mempermudah pengawasan terhadap para keturunan Mataram yang telah terpecah. Kemudian, mengurangi hak dan wewenang Mataram di wilayah kekuasaannya.

Semua usaha tersebut berhasil dilakukan oleh VOC dengan menguasi perdagangan serta bebas melakukan monopoli perdagangan.

Baca juga: Pertemuan Jatisari, Awal Mula Perbedaan Budaya Surakarta dan Yogyakarta

(Sumber: Kompas.com/ Widya Lestari Ningsih, Lukman Hadi Subroto | Editor: Nibras Nada Nailufar, Widya Lestari Ningsih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com