Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Fenomena Penyalahgunaan Senjata Tajam di Kalangan Remaja

Kompas.com - 31/01/2022, 14:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, media sosial kerap diramaikan dengan unggahan berisi para remaja yang membawa senjata tajam di jalanan.

Selain melakukan penyerangan secara acak terhadap pengguna jalan lain, para remaja ini juga membawa senjata tajam saat tawuran.

Tak heran, kini masyarakt dibuat resah terhadap ulah remaja-remaja ini.

Pada pertengahan bulan ini misalnya, beredar rekaman video yang memperlihatkan dua orang remaja membawa senjata tajam jenis celurit.

Satu orang di antaranya bahkan terlihat hampir mengancam keselamatan warga yang melintas di sekitar lokasi.

Lantas, mengapa fenomena penggunaan senjata tajam di kalangan remaja ini marak terjadi?

Baca juga: Kronologi Rentenir Tewas di Tangan Nasabah: Adu Mulut, Keluarkan Senjata Tajam, lalu Baku Hantam

Penjelasan sosiolog

Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, fenomena ini terjadi karena beberapa kemungkinan.

Pertama, adanya kompetisi yang meningkat di masyarakat dan menyebabkan mereka harus berjaga-jaga,

"Bukan untuk keamanan, tetapi untuk menunjukkan bahwa mereka ini harus dihormati atau dipertimbangkan," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Minggu (30/1/2022).

Menurutnya, senjata tajam itu digunakan sebagai simbol bahwa para remaja ini memiliki kuasa untuk melakukan kekerasan.

Ia menuturkan, cara-cara tanpa kekerasan sepertinya tidak bisa menjamin dalam kompetisi tersebut.

Baca juga: Gerombolan Siswa SD Ditangkap Saat Hendak Tawuran di Cibubur, 1 Bawa Senjata Tajam

Karena itu, mereka ingin menunjukkan "ini loh saya, saya yang terlindungi dengan senjata ini. Jangan main-main dengan saya".

"Jadi senjata hanya sebagai simbol untuk menunjukkan bahwa mereka orang yang harus diperhitungkan, tak boleh dibuat mainan sembarangan," jelas dia.

Kedua, ada kemungkinan bahwa para remaja ini merasa tak aman karena perubahan-perubahan sosial di masyarakat menurut mereka semakin tidak menjamin keamanan.

"Kenapa yang dipilih adalah senjata sendiri, bukan mendapat perlindungan dari aparat yang berwenang, karena mereka merasa polisi dan keamanan yang lain prosedurnya agak rumit, sementara mereka memerlukan penyelesaian-penyelesaian yang cepat," jelas dia.

Drajat menjelaskan, kedua hal tersebut saling berhubungan dan bersumber dari kultur kekerasan yang masih berkembang di masyarakat.

Kultur kekerasan itu kemudian menjadi dasar munculnya kelompok-kelompok remaja dengan senjata tajam, baik itu kelompok kriminal atau hanya sekadar ingin eksis.

"Jadi ini ada aspek pribadi, aspek aturan, aspek kultur, dan aspek kelompok pelaku kekerasan, apakah itu geng atau orang-orang yang berkumpul untuk melakukan kejahatan," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com