KOMPAS.com - Hari ini 84 tahun lalu, tepatnya pada 13 Desember 1937, tentara Kekaisaran Jepang menguasai kota Nanjing, China dan memulai pembantaian warga sipil terbesar yang tercatat dalam sejarah.
Melansir History, diperkirakan 200.000 hingga 300.000 penduduk sipil Nanjing tewas di tangan tentara Jepang.
Tentara Jepang membantai penduduk Nanjing tanpa pandang bulu, termasuk mengeksekusi lansia dan balita.
On December 13, 1937, the terrible Nanjing Massacre occurred.
— ShanghaiPanda (@thinking_panda) December 13, 2021
In this human catastrophe, 300000 Chinese people were killed... American John Magee secretly photographed the atrocities of the Japanese army, which is also the only video about the Nanjing Massacre found so far.
(1/3) pic.twitter.com/hJaB350930
Baca juga: Peringati 80 Tahun Pembantaian Nanjing, Presiden Xi Tak Berkomentar
Para tentara Jepang juga memperkosa ribuan perempuan Nanjing, serta menjarah dan membakar sedikitnya sepertiga bangunan di kota itu.
Peristiwa ini menyisakan luka yang begitu membekas di memori rakyat China, dan mempengaruhi hubungan kedua negara hingga saat ini.
Untuk mengenang tragedi ini dan menyuarakan pentingnya perdamaian di antara umat manusia, pemerintah China membangun Nanjing Massacre Memorial Hall, sebuah museum yang menampilkan bukti-bukti sejarah pembantaian Nanjing.
Setelah meraih kemenangan berdarah di Shanghai, tentara Jepang mengalihkan perhatian mereka ke Nanjing, yang merupakan ibu kota China pada saat itu.
Nanjing merupakan kota yang makmur dan pusat industri serta memegang posisi sentral, sehingga pasukan Jepang bertekad untuk menghancurkannya.
Pemimpin China saat itu, Chiang Kai-Shek melihat bahwa prajuritnya kemungkinan besar akan kalah dalam pertempuran untuk mempertahankan Nanjing.
Ia kemudian memerintahkan pemindahan hampir semua pasukan resmi China dari kota, dan membiarkan Nanjing dipertahankan oleh pasukan tambahan yang tidak terlatih.
Chiang juga memerintahkan kota itu tetap dipertahankan dengan cara apa pun, dan melarang evakuasi resmi warganya.