Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Apakah Istilah Pemerintah Masih Relevan di Alam Demokrasi?

Kompas.com - 22/03/2021, 09:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada masa Nusantara masih terdiri dari beberapa kerajaan, istilah pemerintah tepat digunakan bagi penatalaksana kerajaan yang memang ditunjuk oleh raja atau ratu untuk menatalaksanakan perintah raja atau ratu.

Termasuk perintah untuk minta upeti dari rakyat bahkan menindas rakyat dengan merebut tanah, rumah, ternak sampai anak bahkan isteri rakyat.

Demikian pula ketika Nusantara dijajah oleh Belanda dan Inggris kemudian disebut sebagai Hindia-Belanda berdasar anggapan Nusantara memang termasuk wilayah India, penjajah juga layak disebut sebagai pemerintah akibat merasa berhak memerintah rakyat untuk bercocok-tanam kemudian hasil bumi dimonopoli untuk dibeli dengan harga serendah mungkin oleh pemerintah untuk dikirim ke negeri kaum penjajah.

Demikian pula ketika Hindia-Belanda dijajah oleh Jepang maka sang penjajah baru merasa berhak menyebut diri mereka sebagai saudara tua yang berhak memerintah saudara muda sekehendak pemerintah yaitu sang saudara tua.

Namun mujur tak bisa diraih malang tak bisa ditolak ternyata setelah Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 memproklamirkan kemerdekaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia istilah pemerintah tetap digunakan oleh penguasa.

Mungkin akibat penguasa pada masa itu merasa berhak untuk main perintah terhadap sesama warga Indonesia seperti Jepang, Inggris dan Belanda pada masa ketika Indonesia masih disebut sebagai Hindia-Belanda.

Meski sebenarnya Bung Hatta mempertanyakan kelayakan istilah pemerintah. Istilah pemerintah terasa relevan pada masa Orba di mana penguasa pada kenyataan memang otoriter main perintah terhadap rakyat yang mau tidak mau harus mematuhi perintah penguasa.

Namun akibat jenuh suasana tidak demokratis maka setelah tragedi Mei 1998 muncullah para tokoh pejuang Orde Reformasi yang menghendaki Indonesia menjadi negara demokratis terbesar ke tiga di planet bumi setelah India dan Amerika Serikat.

Sebagai negara demokratis yang menyelenggarakan pemilihan umum demi memberikan kesempatan untuk rakyat memilih para wakil mereka duduk di kursi Departemen Perwakilan Rakyat serta tahta singgasana Presiden Republik Indonesia maka sebenarnya istilah pemerintah sudah tidak relevan.

Karena terasa absurd apabila rakyat Indonesia memilih para tokoh untuk main perintah terhadap rakyat yang berarti masih tetap sama saja dengan jaman kerajaan, penjajahan mau pun Orba.

Namun akibat mereka yang dipilih oleh rakyat telah telanjur de facto memegang kekuasaan untuk main perintah terhadap rakyat Indonesia agar tunduk kepada kehendak penguasa maka kini sepenuhnya tergantung pada keikhlasan serta ketulusan hati nurani penguasa untuk berkenan mengganti istilah pemerintah dengan istilah yang lebih layak seperti misalnya abdi-rakyat sesuai inti makna demokrasi sejati yaitu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

Tren
8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

Tren
Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Tren
Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Tren
Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Tren
5 Fakta Penangkapan Pegi Pembunuh Vina: Ganti Nama, Pindah Tempat, dan Jadi Kuli

5 Fakta Penangkapan Pegi Pembunuh Vina: Ganti Nama, Pindah Tempat, dan Jadi Kuli

Tren
Detik-detik Panggung Kampanye Capres di Meksiko Dihantam Angin, Korban Capai 9 Orang

Detik-detik Panggung Kampanye Capres di Meksiko Dihantam Angin, Korban Capai 9 Orang

Tren
Daftar Libur Nasional dan Cuti Bersama Juni 2024, Ada 3 Tanggal Merah

Daftar Libur Nasional dan Cuti Bersama Juni 2024, Ada 3 Tanggal Merah

Tren
146 Negara yang Mengakui Palestina sebagai Negara

146 Negara yang Mengakui Palestina sebagai Negara

Tren
Kasus Kanker Penis Naik di Dunia, Kenali Penyebab dan Gejalanya

Kasus Kanker Penis Naik di Dunia, Kenali Penyebab dan Gejalanya

Tren
2 DPO Pembunuh Vina Belum Tertangkap, Berikut Ciri-cirinya

2 DPO Pembunuh Vina Belum Tertangkap, Berikut Ciri-cirinya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com