Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Dampak Psikologis dan Sosial Pernikahan Usia Dini

Kompas.com - 27/10/2020, 20:31 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Pernikahan usia dini kembali menjadi sorotan, setelah adanya pernikahan antara dua remaja belia di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Diberitakan Kompas.com, Selasa (26/10/2020), EB (15) melangsungkan pernikahan dengan suaminya UD (17) pada 10 Oktober 2020. Namun, tidak melibatkan Kantor Urusan Agama (KUA).

EB mengaku menerima lamaran dari UD karena merasa tidak punya pilihan. Meski statusnya masih pelajar SMP, selama pandemi tak ada aktivitas yang dilakukan.

Selain faktor tersebut, kondisi ekonomi yang terbatas juga menjadi pertimbangannya untuk menerima lamaran UD. Sejak kedua orangtuanya bercerai, ia hanya tinggal berdua bersama neneknya dengan kondisi serba kekurangan.

Oleh karena itu, ia percaya keputusannya menikah dengan UD dapat membuat hidupnya lebih baik. Apalagi ia sudah mengenal UD, yang putus sekolah, gigih dalam bekerja.

Baca juga: Tak Sanggup Hidup Susah, Siswi SMP di Lombok Memutuskan Nikahi Remaja 17 Tahun

Lalu, bagaimana menurut psikolog terkait dengan pernikahan usia dini tersebut?

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Rose Mini Agoes Salim mengatakan usia remaja adalah masa yang seringkali disebut sebagai masa badai.

Menurut Romy, begitu ia biasa disapa, pada masa ini anak masih berusaha untuk mencari identitas diri dan menyesuaikan dengan perubahan fisiologis tubuh menuju dewasa.

"Ini saja sudah memberi beban. Sehingga banyak yang kemudian mudah terpengaruh oleh lingkungan. Karena mereka mau menunjukkan eksistensinya. Itu membuat mereka berani melakukan sesuatu tanpa memikirkan dampaknya," kata Romy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (27/10/2020).

Romy menyebut, ketika anak menikah di usia yang masih belia, maka beban pribadi yang dirasakan sebagai dampak dari perubahan-perubahan pada dirinya akan semakin bertambah karena adanya beban hubungan perkawinan.

"Ada tanggung jawab di situ, yang mana biasanya remaja itu masih sulit untuk bertanggung jawab. Dalam hal perkembangan diri, mereka juga harus melihat perkembangan diri pasangannya," ungkapnya.

Baca juga: 245 Pernikahan Dini di Lombok Barat sejak Januari, Salah Satunya karena Hamil di Luar Nikah

"Saya melihatnya, kenapa menikah usia dini itu tidak diperbolehkan, karena pengalaman hidup mereka masih pendek. Sehingga kalau ada masalah dalam perkawinannya, mudah sekali untuk menghilang atau kabur," imbuhnya.

Romy berpendapat, seharusnya orang-orang terdekat memberikan wawasan yang memadai kepada anak tentang pernikahan dan tanggung jawab yang ada di dalamnya.

"Pemahaman itu diberikan begitu mereka mulai masuk masa pubertas. Mereka harus belajar bahwa mereka sekarang harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Sehingga ketika kelak memutuskan menikah, mereka tahu tanggung jawabnya itu seperti apa," kata Romy.

Baca juga: Berkaca dari Kasus di Lombok Timur, Berikut Dampak Pernikahan Dini bagi Pasangan

Faktor ekonomi dan pendidikan

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, Nurhadi, mengatakan di beberapa daerah pernikahan usia dini masih dianggap sebagai hal yang wajar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kapan Waktu Sarapan Terbaik dan Terburuk untuk Penderita Diabetes? Ini Kata Ahli

Kapan Waktu Sarapan Terbaik dan Terburuk untuk Penderita Diabetes? Ini Kata Ahli

Tren
Peneliti Temukan Bahan Legging Olahraga Bisa Picu Kanker, Apa Itu?

Peneliti Temukan Bahan Legging Olahraga Bisa Picu Kanker, Apa Itu?

Tren
Daftar 12 Instansi Pusat yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024

Daftar 12 Instansi Pusat yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 4-5 Juni 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 4-5 Juni 2024

Tren
[POPULER TREN] Mukesh Ambani Tak Lagi Jadi Orang Terkaya Asia | Kalori yang Terbakar Usai Jalan Kaki 30 Menit

[POPULER TREN] Mukesh Ambani Tak Lagi Jadi Orang Terkaya Asia | Kalori yang Terbakar Usai Jalan Kaki 30 Menit

Tren
Soroti Kasus Viral Ibu dan Anak Baju Biru di Tangsel, KPAI: Memori Buruk Dapat Melekat pada Korban

Soroti Kasus Viral Ibu dan Anak Baju Biru di Tangsel, KPAI: Memori Buruk Dapat Melekat pada Korban

Tren
Ramai soal Tren Pernikahan Tanpa Rasa Cinta dan Hasrat Seksual di Jepang, Apa Itu?

Ramai soal Tren Pernikahan Tanpa Rasa Cinta dan Hasrat Seksual di Jepang, Apa Itu?

Tren
Perbandingan Ranking FIFA Indonesia Vs Irak, Bakal Duel di Kualifikasi Piala Dunia 2026

Perbandingan Ranking FIFA Indonesia Vs Irak, Bakal Duel di Kualifikasi Piala Dunia 2026

Tren
Kronologi Bupati Halmahera Utara Ancam Demonstran Pakai Parang, Berujung Dilaporkan ke Polisi

Kronologi Bupati Halmahera Utara Ancam Demonstran Pakai Parang, Berujung Dilaporkan ke Polisi

Tren
Bukan Mewakili Jumlah Anggota, Ini Makna 12 Bintang Emas yang Ada di Bendera Uni Eropa

Bukan Mewakili Jumlah Anggota, Ini Makna 12 Bintang Emas yang Ada di Bendera Uni Eropa

Tren
Pendaftaran PPDB SD Surabaya 2024 Jalur Zonasi Kelurahan Dibuka, Klik Sd.ppdbsurabaya.net/pendaftaran

Pendaftaran PPDB SD Surabaya 2024 Jalur Zonasi Kelurahan Dibuka, Klik Sd.ppdbsurabaya.net/pendaftaran

Tren
Mengenal Robot Gaban 'Segede Gaban', Sebesar Apa Bentuknya?

Mengenal Robot Gaban "Segede Gaban", Sebesar Apa Bentuknya?

Tren
Motif Ibu di Tangsel Rekam Video Cabuli Anak Sendiri, Mengaku Diancam dan Dijanjikan Rp 15 Juta

Motif Ibu di Tangsel Rekam Video Cabuli Anak Sendiri, Mengaku Diancam dan Dijanjikan Rp 15 Juta

Tren
Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Tren
Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com