Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Penundaan Pilkada dan Hak atas Kesehatan yang Harus Jadi Prioritas...

Kompas.com - 28/09/2020, 06:57 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harapan agar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak (pilkada) 2020 ditunda, terus disampaikan.

Sejumlah organisasi seperti Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah, serta para ahli epidemiologi meminta pemerintah menunda Pilkada 2020.

Alasannya, dalam situasi pandemi virus corona dan kasus Covid-19 yang belum terkendali di Indonesia, tahapan pilkada dikhawatirkan memicu munculnya klaster-klaster baru.

Namun, pemerintah telah memutuskan tidak akan menunda Pilkada 2020.

Di media sosial, warganet juga memohon pemerintah menunda pesta demokrasi daerah ini.

Pada tahun ini, total ada 270 pemilihan kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang akan diselenggarakan.

Baca juga: Kekhawatiran Gus Mus: Jangan-jangan Hanya Pemerintah yang Yakin Pilkada Akan Aman

Akun lainnya juga menyuarakan aspirasi yang hampir sama.

Baca juga: Epidemiolog: Pilkada Serentak Potensial Lahirkan Banyak Klaster Baru

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan, Pilkada 2020 memang sebaiknya ditunda.

Penundaan tersebut dilakukan hingga wabah Covid-19 di Indonesia dapat terkendali dan kondisi sudah memungkinkan.

"Pilkada seharusnya ditunda. Waktu penyelenggaraan baru ditentukan setelah kasus positif Covid-19 harian mencapai puncak dan tren menurun," kata Windhu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/9/2020).

Ia mengatakan, jika pilkada tetap terlaksana, maka pemerintah harus mengeluarkan peraturan baru yang dijadikan dasar peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kalau pilkada tetap nekat dilanjutkan, Presiden harus mengeluarkan Perppu(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang) yang dijadikan dasar Peraturan KPU baru," ujar di.

Baca juga: 1.254 Orang di Indonesia Meninggal Akibat Corona dalam 10 Hari, Ini Saran Epidemiolog

Isi dalam Perppu tersebut, lanjut dia, harus mengatur beberapa hal, seperti tak mengizinkan adanya kegiatan kampanye dan sosialisasi secara langsung.

Kegiatan kampanye dan sosialisasi calon pemimpin daerah harus dilakukan secara online.

"Tidak boleh ada kegiatan kampanye dan sosialisasi dalam modalitas mana pun yang berupa tatap muka offline. Semua harus secara online atau virtual dengan menggunakan berbagai teknologi komunikasi dan informasi yang tersedia," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com