Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Pidana: Penyitaan Aset First Travel Membingungkan

Kompas.com - 16/11/2019, 21:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Eksekusi putusan pengadilan terkait pengambilan aset First Travel oleh negara ramai diperbincangkan.

Pasalnya, uang mereka harus dirampas oleh negara berdasarkan putusan kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018.

Menanggapi hal itu, pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih merasa bingung dengan putusan hakim. Menurutnya, yang paling berhak atas aset tersebut adalah nasabah.

"Uang itu uang siapa? Uang negara atau uang swasta atau masyarakat atau perorangan. Kalau uang negara kembali ke negara, kalau bukan uang negara yang harus ke pemilik awalnya," kata Yenti kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).

Menurutnya, keputusan tersebut dilematis mengingat jumlah korban yang begitu banyak.

Mantan Ketua Pansel KPK itu mengatakan, perampasan aset dilakukan karena merupakan hasil tindak pidana pencucuian uang atau aliran hasil kejahatan.

Baca juga: Nelangsanya Korban Umrah First Travel, Uang Hasil Lelang Aset Diambil Negara

Jika proses sudah selesai, menurut Yenti, seharusnya dikembalikan sesuai Pasal 46 KUHP.

Namun, hal itu kembali lagi berdasarkan putusan pengadilan.

"Hanya memang harus ada mekanisme untuk memastikan bahwa mengingat hasil kejahatan itu ada yang berupa aset juga," ujar Yenti.

"Maka harus dipikirkan bagaimana pengelolaan aset tersebut, seperti lelang dan sebagainya, untuk memastikan para korban calon jemaah bisa mendapatkan haknya secara proporsional, mengingat jumlah korban juga banyak," lanjutnya.

Tapi, yang terpenting menurut Yenti adalah tidak mungkin sitaan itu kemudian diputus dengan harus dirampas untuk negara.

Padahal, dalam kasus ini yang dirugikan adalah nasabah calon jemaah.

"Pencucian uang juga gunanya untuk perampasan kembali dari penelusuran aset (follow the money) yang mana hasil kejahatan itu yang kemudian dikembalikan kepada yang berhak. Dalam hal ini yang berhak ya korban First Travel," pungkasnya.

Seperti diketahui, putusan tersebut diketok oleh Ketua Majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Eddy Army dan Margono pada 31 Januari 2019.

Dalam pertimbangannya, alasan MA memutuskan aset First Travel dirampas oleh negara adalah:

1. Bahwa terhadap barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan Nomor urut 529, Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum sebagaimana memori kasasinya memohon agar barang-barang bukti tersebut dikembalikan kepada para calon jamaah PT First Anugerah Karya Wisata melalui Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel berdasarkan Akta Pendirian Nomor 1, tanggal 16 April 2018 yang dibuat dihadapan Notaris Mafruchah Mustikawati, SH, M.Kn, untuk dibagikan secara proporsional dan merata akan tetapi sebagaimana fakta hukum di persidangan ternyata Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut

2. Bahwa sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang. Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.

Baca juga: Masih Proses Administrasi, Barang Sitaan Kasus First Travel Belum Dilelang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Taruna TNI Harus Pakai Seragam ke Mal dan Bioskop? | Apa Tugas Densus 88?

[POPULER TREN] Taruna TNI Harus Pakai Seragam ke Mal dan Bioskop? | Apa Tugas Densus 88?

Tren
Berencana Tinggal di Bulan, Apa yang Akan Manusia Makan?

Berencana Tinggal di Bulan, Apa yang Akan Manusia Makan?

Tren
Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiaannya Diikuti Ratusan Orang

Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiaannya Diikuti Ratusan Orang

Tren
Gratis, Ini 3 Jenis Layanan yang Ditanggung BPJS Kesehatan Sesuai Perpres Terbaru

Gratis, Ini 3 Jenis Layanan yang Ditanggung BPJS Kesehatan Sesuai Perpres Terbaru

Tren
Respons Kemenkominfo soal Akun Media Sosial Kampus Jadi Sasaran Peretasan Judi Online

Respons Kemenkominfo soal Akun Media Sosial Kampus Jadi Sasaran Peretasan Judi Online

Tren
Ketahui, Ini 8 Suplemen yang Bisa Sebabkan Sakit Perut

Ketahui, Ini 8 Suplemen yang Bisa Sebabkan Sakit Perut

Tren
Batu Kuno Ungkap Alasan Bolos Kerja 3.200 Tahun Lalu, Istri Berdarah dan Membalsam Mayat Kerabat

Batu Kuno Ungkap Alasan Bolos Kerja 3.200 Tahun Lalu, Istri Berdarah dan Membalsam Mayat Kerabat

Tren
Ditemukan di Testis, Apa Bahaya Mikroplastik bagi Manusia?

Ditemukan di Testis, Apa Bahaya Mikroplastik bagi Manusia?

Tren
Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Tren
Ikang Fawzi Antre Layanan di Kantor BPJS Selama 6 Jam, BPJS Kesehatan: Terjadi Gangguan

Ikang Fawzi Antre Layanan di Kantor BPJS Selama 6 Jam, BPJS Kesehatan: Terjadi Gangguan

Tren
Beredar Isu Badai Matahari 2025 Hilangkan Akses Internet Berbulan-bulan, Ini Penjelasan Ahli

Beredar Isu Badai Matahari 2025 Hilangkan Akses Internet Berbulan-bulan, Ini Penjelasan Ahli

Tren
Mengenal Jampidsus, Unsur 'Pemberantas Korupsi' Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Mengenal Jampidsus, Unsur "Pemberantas Korupsi" Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Tren
Starlink dan Literasi Geospasial

Starlink dan Literasi Geospasial

Tren
Saat Pegi Berkali-kali Membantah Telah Bunuh Vina, Sebut Fitnah dan Rela Mati...

Saat Pegi Berkali-kali Membantah Telah Bunuh Vina, Sebut Fitnah dan Rela Mati...

Tren
5 Kasus Besar yang Tengah Ditangani Jampidsus di Tengah Dugaan Penguntitan Densus 88

5 Kasus Besar yang Tengah Ditangani Jampidsus di Tengah Dugaan Penguntitan Densus 88

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com