Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Lebih Dekat Mengenal Seto

Kompas.com - 03/12/2023, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TOKOH perlindungan anak-anak Nusantara, Prof Seto Mulyadi alias Kak Seto mengingatkan saya kepada tokoh pewayangan yang sempat kurang saya perhatikan, yaitu Seto.

Secara wayangomologis, tokoh bernama Seto dalam pewayangan Jawa alias Wayang Purwa juga dikenal dengan nama Arya Seta.

Ia ditampilkan ragawi gagah perkasa, serta berkulit putih bersih sebagai putra sulung Matsyapati raja Kerajaan Wirata.

Seto menikah dengan bidadari bernama Kanekawati, putri Narada yang pernah turun ke dunia menyamar sebagai raja bernama Kanekanata.

Perkawinan ini terjadi berkat bantuan Abyasa yang sempat berperan sebagai raja sementara di Hastinapura.

Adapun Abyasa adalah kakek para Pandawa dan Korawa yang di India dihormati sebagai penulis Mahabharata.

Arya Seta juga tersohor sakti-mandraguna memiliki ajian bernama Narantaka. Konon, barangsiapa terkena pukulannya pasti akan segera binasa saat itu juga.

Ilmu kesaktian dahsyat Narantaka kemudian diwariskan kepada Gatotkaca, putra Bima, atau cicit Abyasa yang berguru kepadanya.

Versi pewayangan yang merujuk kepada naskah Bharatayuddha, antara lain mengisahkan bahwa panglima perang pihak Pandawa yang semula dipilih sebelum Drestayuwana adalah Seto.

Sama halnya dengan versi-versi yang lainnya, Arya Seta dikisahkan gugur di tangan Bisma, setelah kematian kedua adiknya, yaitu Utara dan Wratsangka.

Kembali ke Prof Seto, kepada beliau saya sempat bertanya bagaimana riwayatnya sehingga nama beliau adalah Seto, padahal saudara kembar beliau bernama Kresno.

Secara runtun Prof Seto berkisah bahwa semula tidak diduga bahwa yang dilahirkan oleh ibunda beliau adalah bayi kembar.

Karena bayi kembar yang pertama dilahirkan berkulit hitam, sementara yang menyusul dilahirkan berkulit putih, maka kedua bayi kembar itu diberi nama berdasar bukan kekembaran namun warna kulit.

Bayi hitam diberi bama Kresno karena memang tampil sejak masa kanak-kanak seperti Kresna Muda bernama Narayana berkulit hitam.

Bayi berkulit putih diberi nama Seto yang memang selalu ditampilkan dengan warna kulit putih seperti Hanuman.

Menurut pendapat saya yang sama dengan pendapat masyarakat Indonesia, pada hakikatnya nama Seto sebagai kesatria sakti mandraguna memang tepat bagi Prof Seto Mulyadi.

Saya mengenal sosok Kak Seto sebagai seorang kesatria sakti mandraguna yang keluhuran budi pekertinya sudah teruji sebagai tokoh cendekiawan merangkap tokoh pelindung anak-anak tiada dua di persada Nusantara masa kini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com