KOMPAS.com - Arsip Nasional Republik Indonesia atau disingkat ANRI merupakan salah satu lembaga pemerintah nonkementerian yang dibentuk berdasarkan UU No. 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan.
ANRI memiliki peran dan tugas yang cukup penting dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini, karena arsip berfungsi sebagai memori kolektif bangsa.
Lewat arsip, perjalanan sejarah bangsa dapat tergambar dari masa ke masa.
Lantas, bagaimana sejarah kearsipan di Indonesia?
Baca juga: Gedung Arsip Nasional, Ada Sumpah Perwira Rendahan
Lembaga kearsipan di Indonesia sebenarnya secara de facto sudah ada sejak era kolonial, tepatnya berdiri pada 28 Januari 1892.
Pada masa itu, Belanda mendirikan lembaga kearsipan dengan nama Landsarchief.
Selain mendirikan kelembagaannya, dikukuhkan pula jabatan landsarchivaris, yang bertugas memelihara arsip-arsip pada masa VOC hingga masa pemerintahan hindia Belanda untuk kepentingan administrasi dan ilmu pengetahuan, sekaligus membantu kelancaran pelaksanaan pemerintahan.
Landsarchivaris pertama bernama Mr. Jacob Anne van der Chijs, yang menjabat hingga 1905.
Kemudian, Jacob digantikan oleh Dr. F. de Haan yang bertugas sejak 1905 hingga 1992.
De Haan diketahui telah menghasilkan karya-karya yang banyak dijadikan referensi bagi para ahli sejarah Indonesia.
Setelah itu, pengganti de Haan adalah E.C. Godee Molsbergen yang menjabat sejak 1922-1937.
Adapun pejabat landsarchivaris terakhir pada masa pemerintahan Hindia Belanda adalah Dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven (1937-1942).
Pada masa pergerakan nasionalisme kebangsaan di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda berusaha menolak tuntutan Indonesia Merdeka.
Dalam rangka penolakan itu, landsarchivaris mendapat tugas khusus, yaitu ikut serta secara aktif dalam pekerjaan ilmiah untuk penulisan sejarah Hindia Belanda, mengawasi, dan mengamankan peninggalan-peninggalan Belanda.
Setelah itu, antara tahun 1940 hingga 1942, pemerintah Hindia Belanda menerbitkan arsip-arsip yang berisi: