Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Historiografi Tradisional Mencantumkan Hal-hal Supranatural

Kompas.com - 05/10/2023, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Historiografi tradisional adalah penulisan sejarah yang populer pada zaman Kerajaan Hindu-Buddha hingga Kerajaan Islam di Indonesia.

Umumnya, historiografi tradisional diciptakan oleh para pujangga di kalangan kerajaan sebagai legitimasi dari raja atau penguasa yang sedang bertahta.

Media yang digunakan untuk menulis historiografi tradisional adalah batu prasasti, lontar, kulit binatang, dan kertas.

Biasanya, tulisan dalam historiografi tradisional adalah mengenai masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa saat itu.

Selain itu, tidak jarang juga dicantumkan beberapa hal supranatural di dalamnya.

Lantas, apa alasan historiografi tradisional mencantumkan hal-hal supranatural?

Baca juga: 4 Fase Historiografi Indonesia

Mengukuhkan kepercayaan masyarakat

Pada masa Kerajaan Hindu-Buddha, dikenal konsep dewa raja.

Dewa raja adalah konsep Hindu-Buddha yang memuja dan menganggap raja memiliki sifat kedewaan.

Konsep ini masih berkaitan dengan sistem monarki yang menganggap raja memiliki sifat ilahiah.

Adanya konsep inilah yang kemudian membuat historiografi tradisional secara garis besar menjelaskan tentang masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa saat itu.

Selain itu, dituliskan pula hal-hal supranatural.

Baca juga: Perkembangan Historiografi Indonesia dan Ciri-cirinya

Unsur supranatural yang dituliskan dalam historiografi tradisional diarahkan untuk mengukuhkan kepercayaan bahwa raja tidak sama dengan orang biasa.

Artinya, segala sesuatu yang dituliskan berpusat pada raja yang dianggap titisan dewa.

Konsep dewa raja digunakan oleh kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara untuk mengukuhkan kedudukan raja sebagai penguasa tertinggi.

Dalam kepercayaan ini, raja dianggap sebagai titisan dewa dan setelah meninggal rohnya akan bersemedi dengan para dewa.

Dengan demikian, kedudukan raja pada dasarnya sama dengan dewa.

Konsep dewa raja terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia hingga masa Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, dan Kerajaan Majapahit.

 

Referensi:

  • Rofiq, Ahmad Choirul. (2016). Menelaah Historiografi Nasional Indonesia: Kajian Kritis Terhadap Buku Indonesia dalam Arus Sejarah. Yogyakarta: Deepublish.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com