Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Ratu Laut Selatan yang Rupawan dan Dahsyat

Kompas.com - 19/06/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SRI SULTAN Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden RI kedua (1973–1978), tahun 1982 pernah mengaku bertemu Ratu Laut Selatan atau dikenal Ratu Segara Kidul.

Hal ini diucapkan sendiri oleh beliau dalam wawacancara dengan penulis buku berjudul “TAHTA UNTUK RAKYAT - Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX” yang dihimpun Mohamad Roem, Mochtar Lubis, Kustiniyati Mochtar, dan Maimoen.

Buku ini disunting oleh Atmakusumah. Buku ini diterbitkan PT Gramedia. Cetakan pertama April 1982 serta cetakan keenam Mei 2011.

Tanya jawab yang dimuat di halaman 106 (cetakan keenam 2011) berbunyi seperti berikut:

Penulis: Orang juga mengatakan setiap raja dianggap sebagai “suami” Nyai Rara Kidul. Bagaimana pendapat Bapak tentang hal ini dan pernahkan Bapak “berhubungan” dengan Dewi Laut Jawa ini?

Hamengku Buwono IX: Menurut kepercayaan lama memang demikianlah halnya. Saya menyebut Eyang Rara Kidul saja. Dan saya pernah mendapat kesempatan “melihat” setelah menjalani ketentuan yang berlaku, seperti berpuasa selama beberapa hari dan sebagainya. Pada waktu bulan naik, Eyang Rara Kidul akan tampak sebagai gadis yang amat cantik; sebaliknya apabila bulan menurun, ia tampil sebagai wanita yang semakin tua.

Ratu Kidul di Ternate

Saya tiba-tiba ingin menulis tentang Ratu Kidul ini karena terinspirasi dengan perjalanan kapal laut 2.300 orang kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sulawesi Utara yang dipimpin Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Steven Kandou.

Perjalanan laut dari Pelabuhan Bitung (Sulawesi Utara) yang menghadap ke lautan wilayah Ternate dan sekitarnya, akan ditempuh lima hari empat malam (19-23 Juni 2003) menuju Jakarta.

Perjalanan kader PDI Perjuangan Sulut ini untuk menghadiri acara akbar memperingati Juni bulan Bung Karno di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat, 24 Juni 2023.

Pada 22 Juni 2002, 11 tahun lalu, dalam perjalanan jurnalistik ke Sulawesi Utara dan Maluku Utara, saya jumpa dengan Sultan Ternate ke-48 Drs Mudaffar Sjah di kraton kesultanan Ternate.

Om Sultan, begitu sapaan akrabnya, mengatakan laut di kawasan Ternate, Sulawesi dan sekitarnya juga merupakan bagian dari kekuasaan Ratu (Roro) Kidul.

“Laut Nusantara ini di bawah Ratu Kidul,” ujar Om Sultan yang wafat tahun 2015.

Dalam buku sejarah tulisan sejarahwan Inggris, Peter Carey, juga menuliskan tentang Pangeran Diponegoro yang mengisahkan pertemuannya dengan Ratu Kidul kepada perwira Belanda, Julius Heinrich Knoerle dalam perjalanan kapal laut Bitung dan Manado dari Jakarta pada 3 Mei sampai 12 Juni 1830.

Di tempat tahanan di Manado (1830–1832), Diponegoro juga menuliskan pertemuannya dengan Ratu Kidul dalam otobiografinya, "Babad Diponegoro".

Untuk tulisan ini, saya juga membaca buku sejarah tulisan sejarahwan Inggris Peter Carey (“Takdir – Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855“, “Percakapan Dengan Diponegoro” dan “Sisi Lain Diponegoro”), sejarahwan Australia MC Riklefs ("Sejarah Indonesia Modern 1200 -2004") serta sejarahwan dan wartawan Inggris Tim Hanningan ("Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa").

Dalam buku Peter Carey, dituliskan pertemuan Ratu Kidul dengan Sultan Agung di Parangtritis Yogyakarta dan pertemuan dua kali Pangeran Diponegoro dengan Ratu Selatan ini (tahun 1805 dan 1826).

Dalam buku catatan harian Letnan Dua Julius Heinrich Knoerle tanggal 25 Mei 1830, dituliskan percakapan antara perwira Belanda ini dengan Pangeran Diponegoro tentang pertemuan Sang Pangeran dengan Ratu Kidul di pantai selatan Yogyakarta.

Percakapan antara Knoerle dengan Diponegoro ini terjadi atas Kapal korvet Pollux yang membawa Diponegoro ke tempat pengasingan Diponegoro di Manado, Sulawesi Utara (1830 – 1832), sebelum pengasingan di Makasar (Sulawesi Selatan).

Letnan Knoerle yang fasih berbahasa Jawa itu menuliskan, Diponegoro bercerita tentang sejarah Ratu (Roro atau Loro) Kidul dengan menarik. Katanya pertemuan pertama berlangsung sebelum perang Diponegoro atau perang Jawa, tahun 1805, di Parangtritis.

Dalam pertemuan pertama ini, tidak terjadi dialog antara Diponegoro dengan Ratu Kidul karena Sang Pangeran sedang bersemedi (bermeditasi) secara khusuk.

Pertemuan kedua terjadi pada malam purnama 20/21 Juli 1826, ketika pertempuran antara pasukan Diponegoro dengan pasukan kolonial Belanda sedang sengit sekali.

Pertemuan antara Dewi Cantik Laut Jawa dengan Diponegoro ini ketika Sang Pangeran berada di muara Sungai Kamal, salah satu cabang Sungai Progo di wilayah pantai di Kulon Progo.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com