Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP)

Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP), Staf Ahli MPR RI. Mantan Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018). Penulis buku; (1) Islam dan Pancasila, Perspektif Maqashid Syariah Prof. KH Yudian Wahyudi, PhD (2022).  (2) Pancasila versus Khilafah (2021), (3) Pancasila, Pemikiran Bung Karno (2020), (4) Islam, Pancasila dan Deradikalisasi (2018), (5) Falsafah Kebudayaan Pancasila (2016), serta beberapa buku lain bertema kebangsaan, Islam dan kebudayaan.

Pancasila sebagai Ideologi Internasional Ditawarkan Soekarno di Sidang PBB Tahun 1960

Kompas.com - 29/09/2022, 06:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAIAN spirit kebangsaan dan ketuhanan, gagasan Soekarno tentang Pancasila juga berisi tentang potensi Pancasila sebagai nilai universal dan ideologi internasional.

Hal itu dia sampaikan terutama di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 September 1960. Gagasan Sang Penggali Pancasila itu sangat penting di tengah upaya bangsa Indonesia menguatkan pembinaan ideologi Pancasila.

Gagasan menjadikan Pancasila sebagai ideologi internasional tidak hanya disampaikan pada pidato di PBB tahun 1960, tetapi juga di pidato peringatan hari lahir (harlah) Pancasila pada tahun 1958. Meskipun dalam pidato tahun 1958, Soekarno tidak menawarkan Pancasila sebagai ideologi internasional, tetapi menjelaskan universalitas dari nilai-nilai Pancasila.

Baca juga: Perbedaan Ideologi Pancasila dan Kapitalisme

Sebelum memahami potensi Pancasila sebagai ideologi internasional, kita perlu mengetahui makna Pancasila sebagai nilai universal. Sebab status Pancasila sebagai ideologi internasional didasarkan pada sifat nilai-nilai Pancasila yang universal.

Secara garis besar, terdapat beberapa pokok pikiran penting dalam pidato Soekarno di peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni, yang diadakan pada tanggal 5 Juni 1958.

Pertama, menegaskan bahwa Pancasila tidak terpisah dari perjuangan rakyat Indonesia dalam melahirkan kemerdekaan. Dengan demikian, Pancasila tidak terpisah dari Proklamasi Kemerdekaan, juga tidak terpisah dari perjuangan rakyat dalam menentang penjajahan sehingga melahirkan Proklamasi Kemerdekaan.

Dalam rangka perjuangan rakyat melawan penjajahan, Soekarno menjelaskan pentingnya persatuan nasional. Sebab hanya persatuan nasional yang menjadi modal bagi kemerdekaan.

Hal itu merupakan analisanya terhadap modal yang dimiliki bangsa lain dalam melawan penjajahan.

Misalnya, India yang dijajah oleh Inggris yang merupakan imperialisme perdagangan (handelsimperialisme). Untuk melawan Inggris, India memiliki kelas borjuasi nasional (nationale bourgeoisie) yang melakukan boikot produk Inggris melalui gerakan Swadesi, serta memanfaatkan produk dalam negeri.

Indonesia tidak memiliki kelas borjuis seperti ini, sehingga tidak bisa menggunakan strategi seperti Swadesi.

Maka menurut Soekarno, modal utama perjuangan adalah tenaga rakyat kecil yang harus menyatukan berbagai perbedaan agar menjadi kekuatan besar.

Bagi Soekarno, persatuan nasional menjadi kata kunci yang tidak dilakukan oleh pergerakan para pejuang sebelumnya, seperti Diponegoro, Sultan Agung, Sultan Hasanudin, Teuku Umar Cik di Tiro, dan lain-lain yang masih bersifat kedaerahan dan golongan.

Dalam konteks inilah Pancasila sebenarnya merupakan ideologi persatuan nasional yang mampu menyatukan berbagai keragaman bangsa.

“Bagaimana mempersatukan aliran-aliran, suku-suku, agama-agama, dan lain sebagainya itu, jikalau tidak diberikan satu dasar yang mereka bersama-sama bisa berpijak di atasnya. Dan itulah Saudara-saudara, Pancasila,” tegas Soekarno (Soekarno, 1960: 76).

Kedua, menjelaskan tentang hakikat Pancasila sebagai falsafah negara yang sifatnya lebih luas dari bangsa Indonesia. Ini terkait dengan persatuan nasional di atas yang hanya bisa kokoh jika didasarkan pada nilai yang lebih luas dari bangsa itu sendiri.

Dalam kaitan ini, Soekarno mengutip pernyataan seorang tokoh asing bahwa, “National unity can only be preserved upon a basic which is larger than the nation itself”. Artinya, persatuan nasional hanya dapat dipelihara kekal dan abadi jikalau persatuan nasional itu didasarkan atas dasar yang lebih luas dari bangsa (Soekarno, 2017: 246).

Baca juga: Tantangan di Masa Depan dan Upaya Merawat Ideologi Pancasila

Apakah dasar persatuan yang lebih luas dari bangsa? Soekarno lalu mengutip pandangan Muhammad Yamin yang menyebut Pancasila sebagai “dasar filsafah”. Ini berarti, dasar negara atau dasar bangsa yang luasnya melampaui bangsa itu sendiri ialah Pancasila sebagai falsafah dasar negara.

Sifat universal dari nilai-nilai Pancasila itu yang Soekarno jadikan modal untuk menawarkannya menjadi ideologi internasional dalam pidato di Sidang Umum PBB.

Pidato Soekarno di sidang umum PBB dengan judul To Build the World A New tersebut sangat monumental, tidak hanya dalam konteks refleksi dan kritik Soekarno terhadap PBB, tetapi juga dalam konteks wacana Pancasila.

Untuk itu, kita perlu memahami pidato tersebut, terutama uraian beliau tentang Pancasila. Hal ini sangat penting sebab di pidato itu, Soekarno menjelaskan Pancasila sebagai nilai-nilai universal, dan menawarkannya sebagai ideologi internasional.

Soekarno bahkan mengusulkan Pancasila menjadi dasar bagi Piagam PBB, agar piagam tersebut bisa lebih kontekstual dengan kebutuhan zaman, terutama untuk melakukan emansipasi terhadap ketidakadilan global.

Jalan ketiga

Dalam kaitan ini, kita bisa menemukan ide-ide baru dari penjelasan Soekarno tentang Pancasila dalam pidato tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com