KOMPAS.com - Pada tahun 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno menerapkan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin di Indonesia.
Demokrasi Terpimpin dijalankan berdasarkan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965.
Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.
Namun, Soekarno sendiri menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan. Maksudnya adalah demokrasi yang berlandaskan musyawarah mufakat.
Meski begitu, Soekarno pernah melakukan beberapa penyelewengan, termasuk penyimpangan politik luar negeri.
Berikut ini penyimpangan kebijakan politik luar negeri yang pernah terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin.
Baca juga: Kegagalan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Awal dimulainya Proyek Mercusuar yaitu saat Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games tahun 1962.
Mengetahui hal itu, Presiden Soekarno ingin mengagung-agungkan kemegahan Indonesia di mata dunia luar.
Untuk itu, melalui Proyek Mercusuar, Presiden Soekarno menjalankan enam proyek pembangunan, yakni:
Semua proyek ini membuat beban anggaran melonjak tajam hingga terjadi krisis ekonomi di Indonesia.
Baca juga: Proyek Mercusuar Soekarno
Presiden Soekarno membuat Poros Jakarta-Peking tahun 1964 untuk menjalin kerjasama antara Indonesia dengan Tiongkok.
Hal ini dilakukan supaya Indonesia menjadi negara yang besar dan terhormat. Namun, langkah ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan politik karena Tiongkok merupakan negara komunis.
Beberapa faktor yang membuat Presiden Soekarno membuat Poros Jakarta-Peking adalah:
Antara tahun 1962-1966, terjadi sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia terkait penggabungan wilayah Sabah, Brunie, dan Sarawak.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Indonesia mengupayakan diplomasi dengan Malaysia.
Baca juga: Konfrontasi Indonesia-Malaysia: Penyebab, Perkembangan, dan Akhirnya