KOMPAS.com - Revolusi Hijau merupakan sebuah upaya modernisasi sistem dan budaya pertanian di negara-negara berkembang, khususnya di Amerika Latin dan Asia.
Melalui Revolusi Hijau, petani dikenalkan dengan penggunaan pupuk buatan, pestisida, bibit unggul, peralatan pertanian modern dan sistem budidaya pertanian yang baru.
Dalam jurnal Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial Ekonomi Petani Wanita di Kabupaten Sleman tahun 1970-1984 (2015) karya Zuminati Rahayu, Revolusi Hijau pada awalnya diperkenalkan oleh Norman Barloug pada tahun 1968.
Ia mampu mengembangkan varietas unggul HYV (Haigh Yielding Variety) pada tumbuhan utama pangan seperti padi, gandum, jagung dan lainnya.
Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia Masa Orde Baru
Penerapan Revolusi Hijau di Indonesia terjadi pada masa Orde Baru. Pada tahun 1970 hingga 1980, pemerintahan Orde Baru melakukan investasi besar-besaran terhadap sektor pertanian.
Pemerintah Orde Baru membangun dan mengembangkan program-program modernisasi pertanian yang bertujuan untuk menigkatkan produksi pertanian Indonesia.
Dalam buku Petani dan Penguasa (1999) karya Noer Fauzi, terdapat empat usaha pokok yang dapat dilakukan untuk peningkatan produksi pertanian, yaitu :
Baca juga: Kondisi Politik masa Orde Baru
Pada tahun 1984, pemerintah Orde Baru mengeluarkan program Pancausaha Tani yang terdiri dari lima asas utama, yaitu:
Revolusi Hijau pada masa pemerintahan Soeharto berhasil menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada pangan besar dunia pada dekade 1980-an. Dampak positif Revolusi Hijau, yakni:
Baca juga: Sistem Kepartaian masa Orde Baru
Revolusi Hijau tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga memberi dampak negatif. Berikut dampak negatif Revolusi Hijau :