Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan terhadap Kolonialisme Melalui Karya Sastra

Kompas.com - 14/11/2020, 15:23 WIB
Gama Prabowo,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia tidak hanya dilakukan melalui peperangan, namun juga karya sastra.

Perlawanan melalui karya sastra berlangsung dari pertengahan abad ke-19 Masehi hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Kebanyakan karya sastra tersebut ditulis dalam bahasa Belanda oleh orang Belanda maupun bangsawan pribumi.

Max Havelaar

Pada pertengahan abad ke-19 Masehi, Eduard Douwes Dekker (Multatuli) menulis sebuah buku berjudul Max Havelaar. Douwes Dekker adalah seorang berkebangsaan Belanda yang menjadi pegawai residen di Hindia Belanda.

Baca juga: Perlawanan Kolonialisme dan Imperialisme: Maluku Angkat Senjata

Buku Max Havelaar berisi tentang kritik terhadap penyelewengan bupati dan kepala residen pada sistem tanam paksa yang berlaku di Hindia Belanda. Douwes Dekker menulis Max Havelaar di Belgia pada tahun 1859 di Belgia.

Dalam buku Sastra Hindia Belanda dan Kita (1983) karya Subagio Sastrowardoyo, buku Max Havelaar mampu menggemparkan Belanda pada tahun 1860.

Kritik tersebut menggugah kaum humanis di Belanda untuk melakukan protes terhadap kerajaan Belanda. 10 tahun setelah novel Max Havelaar terbit, Belanda menghapuskan kebijakan tanam paksa di Indonesia.

Raden Ajeng Kartini. Hari kelahirannya, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini setiap tahun.Dok. KOMPAS Raden Ajeng Kartini. Hari kelahirannya, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini setiap tahun.
Habis Gelap Terbitlah Terang

Pada awal abad ke-20 Masehi, terbitlah buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang beredar luas di golongan elit cendekiawan Indonesia. Buku tersebut berisi tentang arsip surat-menyurat antara R.A Kartini dengan sahabat penanya yang berkewarganegaraan Belanda.

Dalam surat-suratnya, Kartini menuliskan gagasannya tentang kekangan sistem feodal dan kolonial yang menghambat kemajuan bangsa pribumi Indonesia.

Baca juga: Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Pendidikan

Selain itu, Kartini juga mencantumkan gagasannya tentang bagaimana seharusnya peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gagasan itulah yang nantinya menjadi asal usul dari emansipasi wanita.

Dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1991) karya Ajip Rasidi, buku Habis Gelap Terbitlah Terang mampu menumbuhkan semangat perjuangan kebangsaan pemuda Indonesia.

Buku ini menjadi bacaan anggota Perhimpunan Indonesia dan Budi Utomo yang menjadi organisasi perlawanan kolonialisme di Indonesia.

Ki Hadjar DewantaraDok. KOMPAS Ki Hadjar Dewantara
Seandainya Aku Seorang Belanda

Ki Hadjar Dewantara pada 13 Juli 1913 menuliskan sebuah artikel yang berjudul Als ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda).

Artikel tersebut berisi kritik tajam terhadap pemerintah kolonial Belanda yang menggunakan dana rakyat jajahan untuk perayaan kemerdekaan Belanda. Artikel tersebut dimuat pada surat kabar De Express milik Indische Partij.

Baca juga: Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang Sosial-Budaya

Pemerintah kolonial menahan Ki Hadjar Dewantara atas artikelnya yang dianggap membahayakan kekuasaan Belanda di Indonesia. Namun, penahanan Ki Hadjar Dewantara malah menyulut api semangat pergerakan dari golongan muda Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com