Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa Mandor, Pembantaian Massal di Kalimantan Barat oleh Jepang

Kompas.com - 28/06/2020, 14:11 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Tepat 76 tahun lalu hari ini, salah satu tragedi kemanusiaan terburuk di Indonesia terjadi.

28 Juni 1944, Jepang membantai ribuan orang Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat.

Pembantaian ini dilatarbelakangi desas-desus yang terdengar oleh Jepang.

Dilansir dari buku Peristiwa Mandor Berdarah (2009), Polisi Rahasia Kaigun atau Tokkeitai mendengar adanya persekongkolan pemberontakan melawan Jepang.

Pada masa itu, kebencian rakyat Indonesia terhadap Jepang memang memuncak. Selama pendudukan Jepang, rakyat dipaksa bekerja, disiksa jika tak menurut, kelaparan, hingga tak punya pakaian.

Baca juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira?

Di saat yang sama, Jepang membutuhkan simpati rakyat untuk mendukung perangnya.

Maka Jepang mendirikan Nissinkai, organisasi politik untuk menyalurkan ide-ide politik, yang tentunya tidak mengancam Jepang.

Tokoh politik, pengusaha, dan cendekiawan yang tergabung di antaranya JE Pattiasina (Kepala Urusan Umum Kantor Syuutizityo), Notosoedjono (tokoh Parindra), dan Ng Nyiap Sun (Kepala Urusan orang Asing/Kakyo Toseikatyo).

Para tokoh pergerakan ini diam-diam juga memiliki gerakan bawah tanah yang disebut Gerakan Enam Sembilan. Ini karena anggotanya berjumlah 69. Tidak diketahui pasti siapa saja 69 orang itu.

Kiri: Koran Borneo Sinbun tertanggal 1 Sitigatu 2604 (1 Juli 1944) menyebutkan bahwa pada 28 Juni 1944, Raja (Panembahan dan Sultan) serta kaum intelektual telah dieksekusi oleh Jepang. Kanan: Peta persebaran dokter alumni Stovia di Borneo (Kalimantan) pada 1926. Tampak di Kalimantan terdapat satu dokter di Ketapang dan satu dokter di Pontianak.ISTIMEWA Kiri: Koran Borneo Sinbun tertanggal 1 Sitigatu 2604 (1 Juli 1944) menyebutkan bahwa pada 28 Juni 1944, Raja (Panembahan dan Sultan) serta kaum intelektual telah dieksekusi oleh Jepang. Kanan: Peta persebaran dokter alumni Stovia di Borneo (Kalimantan) pada 1926. Tampak di Kalimantan terdapat satu dokter di Ketapang dan satu dokter di Pontianak.
Belum sempat melawan

Pada tahun 1943, pemberontakan terjadi, namun bukan di Kalimantan Barat melainkan Kalimantan Selatan.

Khawatir pemberontakan juga akan pecah di Kalimantan Barat, Jepang pun melakukan pencegahan.

Pada 23 Oktober 1943, Jepang menangkap para penguasa setempat, tokoh masyarakat, kaum terdidik dan terpelajar, dan menahannya di markas Tokkeitai.

Konferensi Nissinkai yang digelar pada 24 Mei 1944 bahkan berubah jadi penangkapan besar-besaran. Para tokoh Nissinkai diciduk, kerabat dan keluarga yang diduga terlibat juga dijemput.

Puncaknya pada 28 Juni 1944, sidang kilat dilaksanakan untuk mengadili mereka yang ditangkap.

Baca juga: Politik Jepang Menarik Simpati Bangsa Indonesia

Peristiwa ini dikenal dengan istilah "Penyungkupan". Mereka diciduk, tangan diikat ke belakang dan wajah ditutup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com