KOMPAS.com - Sejarah Indonesia baru tidak terlepas dari perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Islam di nusantara.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, berikut ini perkembangan kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya kerajaan Aceh.
Pada awalnya, Aceh adalah daerah taklukan Kerajaan Pedir. Saat Malaka jatuh ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh ke Malaka beralih ke pelabuhan di Aceh.
Lalu Aceh berkembang cepat dan lepas dari kekuasaan Kerajaan Pedir untuk berdiri sebagai kerajaan merdeka pada awal abad ke-16. Sultan pertama sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528).
Ibu kota Kerajaan Aceh adalah Banda Aceh sebagai pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dan bandar transit di Asia Tenggara.
Baca juga: Teori Masuknya Islam di Nusantara
Corak pemerintahan Aceh terbagi atas pemerintahan sipil dan pemerintahan atas dasar agama. Berikut ini penjelasannya:
Pemerintahan sipil dipimpin oleh kaum bangsawan. Setiap kampung (gampong) dipimpin oleh seorang uleebalang (hulubalang).
Beberapa gampong digabung menjadi sagi yang dipimpin panglima sagi. Ia berkuasa atas daerahnya dan berhak memilih sultan. Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan sipil disebut teuku.
Pemerintahan atas dasar agama dilakukan dengan menyatukan beberapa gampong dengan sebuah masjid yang disebut mukim. Kepala tiap-tiap mukim disebut imam. Kaum ulama yang berkuasa dalam bidang keagamaan disebut teungku.
Aspek ekonomi
Setelah Sultan Ibrahim menaklukkan Pedir yang kaya lada putih, Aceh bertambah makmur. Dengan kekayaan melimpah, Aceh mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat.
Kerajaan Aceh mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Dari daerah taklukan diperoleh lada dan emas sehingga Aceh menjadi sumber komoditas lada dan emas.
Baca juga: Pengaruh Islam di Indonesia
Letak Aceh yang strategis menjadi faktor penyebab perdagangan maju pesat. Kebudayaan masyarakat makin maju karena sering berinteraksi dengan bangsa lain. Pada masa ini muncul ahli tasawuf terkenal yaitu Hamzah Fansyuri dan muridnya Syamsudin as Sumatrani.
Penyusunan hukum adat dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam. Menurut Hukum Adat Makuta Alam pengangkatan sultan harus semufakat hukum adat.
Saat seorang sultan dinobatkan, ia berdiri di atas tabal, ulama yang memegang Al Qur'an berdiri di kanan sedangkan perdana menteri yang memegang pedang berdiri di kiri.