KOMPAS.com - Bagi pengusaha batik, sosok Samanhudi tidak asing lagi.
Dia adalah saudagar batik dan pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) sebuah organisasi sebagai wadah para pengusaha batik di Surakarta.
Organisasi itu bertujuan untuk membela kepentingan dan mengakomodir kebutuhan pedagang Indonesia.
Ini juga untuk menghadapi persaingan di dunia perbatikan dengan pengusaha Hindia Belanda.
Baca juga: 4 Perempuan Pahlawan Nasional
Karena ada perberdaan perlakuan yang didapatkan oleh pedagag tanah air dari pengusaha Hindia Belanda. Kondisi itu yang mengilhami membentuk SDI pada tahun 1911 di Surakarta.
Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Samanhudi lahir di Surakarta pada 8 Oktober 1868.
Waktu kecil, Samanhudi memperoleh pendidikan agama Islam dan pendidikan umum di Sekolah Dasar Bumiputera kelas satu di Surabaya.
Di Surabaya, Samanhudi tidak hanya belajar tapi juga bekerja dengan berdagang.
Dengan bekal ilmu yang sudah diperoleh, Samanhudi terjun ke dunia perdagangan batik.
Beliau mengadakan hubungan dagang dengan para pedagang dari berbagai kota, seperti dari Purwokerto, Bandung, Surabaya, dan Banyuwangi.
Baca juga: Bung Tomo, Pahlawan yang Religius Tapi Tolak Poligami
Ia bahkan menjalin hubungan dagang dengan orang-orang Tiongkok dan Arab.
Jiwa dagang sudah ada di dalam dirinya sejak lama, sehingga dengan mudah bisa menarik hati masyarakat.
Berbekal pengalaman terjun langsung dalam bisnis perdagangan, pengetahuannya menjadi semakin luas.
Pada tahun 1912, SDI berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI) yang bersifat perkumpulan sosial ekonomi non-politik.
Ini bertujuan untuk memajukan perdagangan, memberi pertolongan kepada para anggotanya yang sedang kesusahan.
Baca juga: Menerobos Hutan Menuju Makam Pahlawan Nasional Cut Meutia