Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Ungkap Fakta Menarik dari Salmon Kaleng Berusia 40 Tahun

Kompas.com - 14/04/2024, 15:30 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Peneliti di Peabody Museum of Natural History at Yale University, Natalie Mastick, ingin menyelidiki jaring makanan laut Alaska dengan mencari parasit secara khusus.

Namun, ia kesulitan menemukan sampel yang berusia cukup tua. Mengejutkannya, Mastick menemukan solusi tak terduga, yakni ikan kaleng.

Cara unik untuk mendapatkan data

The Seafood Products Association, sebuah kelompok perdagangan yang berbasis di Seattle, Washington, memiliki banyak kaleng ikan yang mereka sisihkan setiap tahun untuk pengendalian kualitas. Mereka telah melakukan hal ini sejak tahun 1979.

Mereka menyumbangkan ikan kaleng yang dikumpulkan dari wilayah Alaska dari tahun 1979 hingga 2019 kepada Mastick dan rekan penelitiannya, Rachel Welicky, asisten profesor di Neumann University, Pennsylvania.

Mastick mengatakan, peneliti harus benar-benar membuka pikiran dan kreatif tentang hal-hal yang bisa menjadi sumber data ekologi.

Baca juga: Ahli Sebut Manusia Berevolusi dari Ikan, Kok Kita Tak Punya Insang?

Kedua peneliti tersebut menganalisis isi 178 kaleng dan menghitung jumlah cacing gelang anisakid pada ikan di dalamnya. Cacing gelang ini merupakan parasit laut kecil yang panjangnya sekitar 1 cm, yang cenderung melingkar di otot beberapa ikan.

Meski terdengar menjijikkan, parasit ini terbunuh dalam proses pengalengan dan tidak menimbulkan risiko bagi manusia. Selama ikan dimasak, parasit juga tidak menimbulkan risiko apa pun. Hanya pada sushi atau ikan mentah parasit dapat menimbulkan masalah, seperti memicu gejala keracunan makanan.

Dalam studi ini, para peneliti tidak melihat parasit tersebut dari sudut pandang manusia, mereka melihatnya dari sudut pandang lingkungan.

Parasit yang kompleks

Siklus hidup anisakid mengintegrasikan banyak komponen jaring makanan. Peneliti melihat keberadaan mereka sebagai sinyal bahwa ikan berasal dari ekosistem yang sehat.

Cacing anisakid mempunyai siklus hidup yang kompleks, biasanya melewati sejumlah inang sebelum bertelur. Mereka bermula dari telur dan menetas menjadi larva, yang kemudian dicerna oleh krustasea. Ini menandai host perantara pertama dalam siklus tersebut.

Baca juga: Seberapa Cepat Ikan Piranha Memakan Mangsanya?

Ikan kecil atau cumi-cumi memakan krustasea yang terinfeksi, menjadi inang berikutnya dan mengumpulkan larva di dalam jaringan mereka. Saat ikan predator yang lebih besar memakan inang yang lebih kecil ini, larva terus berpindah ke rantai makanan berikutnya, bertambah besar ukurannya seiring dengan pergantian inang.

Siklus hidup anisakid mencapai puncaknya ketika mamalia laut memakan ikan yang terinfeksi ini, memungkinkan larva menjadi dewasa dan berkembang biak di dalam saluran pencernaan mamalia, sehingga dapat menyelesaikan siklus hidup mereka.

Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui beberapa hal tentang suatu ekosistem melalui jumlah anisakid yang ada pada ikan.

Peneliti menemukan bahwa jumlah anisakid pada salmon merah muda semakin meningkat. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan keberhasilan konservasi laut.

Mastick mengatakan, anisakid hanya dapat bereproduksi di usus mamalia laut, jadi ini bisa menjadi tanda bahwa, selama periode penelitian dari tahun 1979 hingga tahun 2021, tingkat anisakid meningkat karena lebih banyak peluang untuk bereproduksi.

Baca juga: Ikan dari Sulawesi Ini Berubah Hitam Saat Marah

Namun, bahwa ini bukanlah satu-satunya penjelasan yang mungkin. Pasalnya, kenaikan suhu juga bisa menguntungkan parasit.

Cara menafsirkan data ini masih belum jelas, namun hal ini membantu para peneliti memperoleh wawasan baru mengenai ekosistem di masa lalu.

Mastick yakin bahwa pendekatan ini juga dapat digunakan untuk melihat tingkat parasit pada ikan kaleng lainnya, seperti sarden. Ia pun ingin mendorong peneliti lain untuk menemukan sumber data kreatif untuk digunakan dalam penelitian semacam ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com