Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Masyarakat Kuno Merespons Gerhana Matahari?

Kompas.com - 08/04/2024, 12:00 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini orang-orang cenderung antusias untuk menyaksikan berbagai peristiwa astronomi yang terjadi, apalagi fenomena tersebut langka, tidak bisa disaksikan setiap hari.

Misalnya saja ya, gerhana matahari total yang berlangsung pada 8 April 2024.

Baca juga: Gerhana Matahari 8 April Akan Pecahkan Misteri Matahari

Tapi apakah antusiasme itu juga terjadi di masa lalu? Respon masyarakat kuno tentu sangat berbeda jauh dengan sekarang.

Mengutip IFL Science, beberapa catatan paling awal tentang gerhana matahari ini berasal dari Tiongkok dan berumur lebih dari 4000 tahun.

Gerhana matahari total dianggap sebagai pertanda nasib para kaisar sehingga jadi urusan serius di kalangan kerajaan dan sering kali memicu keputusan yang kejam.

Contohnya, dua astronom istina yang bertugas di bawah Kaisar Chung K'ang dilaporkan dipenggal karena gagal memprediksi gerhana pada abad ke-22 SM.

Di kalangan masyarakat Tiongkok kuno, gerhana dianggap disebabkan oleh seekor naga yang memakan matahari.

Orang-orang pun merespon peristiwa ini dengan memukul genderang dan membuat suara keras dengan harapan dapat menakuti naga dan menyelamatkan cahaya siang hari.

Seperti halnya orang Tiongkok, orang Yunani kuno juga sangat mahir dalam memprediksi gerhana, namun mereka masih ketakutan setiap kali gerhana matahari terjadi.

Menurut beberapa sumber para penguasa dan raja akan bersembunyi selama gerhana, karena takut dewa akan murka.

Beberapa penguasa bahkan menempatkan rakyat jelata di atas takhta untuk menipu dewa.

Alexander Agung disebut pula menggunakan strategi menipu dewa ketika gerhana parsial terjadi pada tahun 323 SM. Namun tampaknya dewa tidak tertipu karena Alexander meninggal pada tahun yang sama.

Baca juga: Bagaimana Respons Hewan Saat Terjadi Gerhana Matahari Total?

Sementara itu di Amerika, suku Maya kuno memiliki pemahaman yang sangat maju tentang siklus langit dan mampu memprediksi gerhana menggunakan serangkaian almanak dan grafik yang dicatat dalam Kodeks Dresden yang terkenal.

Terlepas dari kemampuan astronominya, suku Maya masih menafsirkan gerhana matahari sebagai matahari yang hancur.

Hal itu kemudian mendorong para penguasa suku Maya untuk melakukan ritual pertumpahan darah (pengorbanan) dalam upaya memulihkan kesehatan matahari sepenuhnya dan memperbaiki situasi.

Sedangkan suku Aztec mengira sedang dimakan dan mengalami kekacauan saat gerhana terjadi.

Misionaris Spanyol Fray Bernardino de Sahagún menulis saat terjadi gerhana total pada tahun 1596 M, orang-orang menjadi histeris, mengorbankan siapapun orang berkulit terang dan berambut pirang yang mereka temukan dengan harapan dapat mencegah setan turun dari langit.

Di waktu yang hampir bersamaan Willian Shakespeare berkesempatan mengamati gerhana matahari total di langit Inggris pada tanggal 7 Maret 1598.

Beberapa tahun kemudian, dia menulis drama terkenal King Lear, yang memuat kalimat: “gerhana matahari dan bulan yang terlambat ini menandakan hal yang tidak baik bagi kita,” menunjukkan bahwa bahkan sang penyair pun merasa tidak enak melihat matahari lenyap sebentar.

Baca juga: Bagaimana Suku Maya Kuno Memprediksi Gerhana?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com