Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Yogyakarta Rekam "Meteor" Jatuh pada Kamis Malam

Kompas.com - 15/09/2023, 09:38 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

SOLO, KOMPAS.com - Warga Yogyakarta dan sekitarnya melaporkan tentang penampakan kilatan cahaya bergerak pada Kamis (14/9/2023).

Menurut pantauan Kompas.com, yang saat itu berada di Klaten, fenomena ini terjadi sekitar pukul 23.20 WIB.

Baca juga: Mengapa Fenomena Hujan Meteor Perseid 2023 Istimewa?

Banyak warga yang meyakini bahwa kilatan cahaya bergerak tersebut adalah meteor. Hal ini karena cahaya tersebut tampak terang, berekor, dan bergerak menurun.

Benarkah meteor?

Namun, benarkah benda terang di langit tersebut adalah meteor yang jatuh?

Kompas.com kemudian mencoba bertanya pada Marufin Sudibyo, astronom amatir.

"Hanya ada dua kemungkinan untuk kilatan cahaya ini: reentry sampah antariksa atau meteor," jelas Marufin yang dihubungi pada Jumat (15/9/2023).

"Dari ciri-ciri yang terlihat, kemungkinan besar peristiwa ini adalah proses masuknya sampah antariksa buatan manusia (uncontrolled reentry)," sambungnya.

Menurut Marufin, kecil kemungkinan kilatan cahaya tersebut adalah meteor.

Baca juga: Kapan Puncak Hujan Meteor Perseid 2023 di Indonesia?

Ciri sampah antariksa

Tangkap layar laporan warga Yogyakarta pada penampakan meteor 14/9/2023twitter @Merapi_uncover Tangkap layar laporan warga Yogyakarta pada penampakan meteor 14/9/2023

Marufin juga menjelaskan ciri-ciri sampah antariksa yang dimaksud pada video-video yang beredar di media sosial.

"Penandanya minimal ada dua: terekam lama dan ada proses fragmentasi," kata Marufin.

Baca juga: Mengenal Hujan Meteor Perseid, Fenomena yang Terjadi Setiap Agustus

"Cahaya ini terekam lebih dari 5 detik (bahkan dari video lain lebih dari 10 detik). Ini menandakan kecepatannya lambat atau kurang dari 10 km per detik," jelasnya.

Kecepatan ini umumnya adalah kecepatan satelit buatan.

"Sebaliknya, meteor umumnya tiga kali lebih cepat sehingga hanya terekam kurang dari 5 detik," ujar Marufin lagi.

Selain itu, ekor cahaya yang terpecah-pecah, menurut Marufin, juga bagian dari proses fragmentasi atau pemecahbelahan obyek saat menembus atmosfer. Hal ini berbeda dari meteor.

"Meteor khususnya meteor-terang (fireball) atau meteor-sangat terang (bolide), juga mengalami fragmentasi. Tapi saat itu terjadi, ia akan tampak sangat terang menyamai terangnya bulan purnama untuk sesaat," kata Marufin.

"Namun, hal itu tidak terdeteksi pada fenomena kilatan cahaya tersebut," tegasnya.

Marufin juga menambahkan, saat ini dia masih mencari sampah antariksa mana yang cocok dengan fenomena tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com