Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pemilu 2024, Perlukah Indonesia Kembali Ke Sistem Pemilu Tertutup?

Kompas.com - 04/07/2023, 15:32 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Oleh: Andhik Beni Saputra dan Azhari Setiawan

SECARA kelembagaan, partai politik (parpol) memerlukan basis massa untuk menyokong eksistensinya.

Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan kalau Junjungan Kalah Pemilu Besok?

Tidak hanya sebagai sumber dukungan, basis massa merupakan komponen krusial untuk membuktikan bahwa mesin partai politik bekerja dengan baik dan mampu melakukan penetrasi ideologinya ke masyarakat.

Sayangnya, hasil-hasil studi tentang afiliasi ideologi pemilih ke parpol di Indonesia menunjukkan bahwa umumnya parpol tidak memiliki basis massa yang kuat.

Survei Poltracking Indonesia pada Mei 2022, misalnya, menunjukkan masyarakat cenderung memilih figur personal (51,4 persen) ketimbang parpol (14,5 persen).

Tren ini terjadi karena rendahnya kesadaran politik, pendidikan politik, konsistensi dan kualitas kinerja partai secara institusi maupun lewat anggota legislatif dan pejabat eksekutifnya, hingga pada masalah menguatnya pragmatisme politik.

Fenomena ini bermula dari lemahnya sosialisasi politik parpol sendiri. Parpol terperangkap dalam bayang-bayang elit yang berambisi menduduki posisi pimpinan eksekutif, seperti menteri atau kepala lembaga.

Alhasil, parpol hanya menjadi sarana untuk memenuhi keinginan elit partai dibanding memperkuat mesin politik organisasi untuk kebutuhan jangka panjang.

Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, parpol tentunya harus bebenah dan lebih merawat basis massanya, mengingat masyarakat adalah pemangku kepentingan utama demokrasi.

Baca juga: Seluk Beluk Tinta Ungu Pemilu, dari India hingga Bersertifikasi Halal

Parpol dan dinamika elektoral

Sejak Pemilu 2009, Indonesia menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka – pemilih dapat memilih daftar nama calon anggota legislatif (caleg) secara langsung.

Ini berbeda sistem proporsional tertutup yang berlaku selama 1971-1997. Pemilih hanya dapat memilih tanda gambar partai saja, sedangkan calegnya dipilih berdasarkan nomor urut yang ditentukan oleh mekanisme internal partai.

Sistem proporsional terbuka nyatanya telah membawa dampak besar terhadap dinamika politik nasional.

Sistem ini memberikan otoritas pada pemilih untuk langsung memilih figur caleg, sehingga anggota legislatif terpilih lebih mampu bertanggung jawab kepada konstituennya.

Sistem ini kemudian membuat pemilih jadi lebih berdaulat atas parpol. Konsekuensinya, parpol terlihat kurang memiliki kendali atas kandidat terpilih.

Parpol hanya menjadi “penyedia tiket” untuk caleg, tetapi kurang menyediakan dukungan berupa mesin politik untuk mendulang dukungan elektoral.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com