Oleh: Hermina Manlea dan Jonatan A Lassa*
AWAL pekan ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai sorotan atas instruksi mereka untuk mengubah jam masuk sekolah menjadi jam 5.00 pagi, terutama bagi pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Baca juga: Berapa Jam Waktu Tidur yang Baik untuk Anak Sekolah, Remaja dan Dewasa?
Gubernur NTT Viktor Laiskodat menyiratkan di tengah ketertinggalan sektor pendidikan provinsi tersebut, langkah ini adalah upaya mendongkrak “etos kerja” pelajar, hingga mempersiapkan mereka masuk perguruan tinggi top atau bahkan “menuju Universitas Harvard sekalipun”.
Menurut Dinas Pendidikan NTT, kebijakan ini sudah langsung diuji coba di sepuluh sekolah – meski kemudian direvisi menjadi jam 5.30 pagi. Di antaranya di SMAN 1 dan SMAN 6 Kupang.
Namun, banyak pihak telah mengkritik kebijakan ini, termasuk akademisi, politikus, serikat guru, lembaga perlindungan anak, dan bahkan orang tua serta pelajar.
Mereka menganggap perumusan kebijakan ini tak hanya minim deliberasi dan partisipasi masyarakat, namun juga dibuat secara terburu-buru dan tanpa kajian akademik yang jelas.
Senada dengan kritik yang beredar, kami berpendapat bahwa konsep masuk sekolah pagi dengan narasi ala pemerintah NTT perlu juga dibangun di atas konsep medis dan pendidikan.
Baca juga: Anak Sekolah Susah Bangun Pagi Harus Dimaklumi, Ada Alasan Biologisnya
Beberapa pertanyaan mendasar yang perlu mereka jawab, misalnya, adalah bagaimana seharusnya jam sekolah diatur? Apa kata sains terkait jam tidur pelajar dan capaian akademik mereka?
Jika pemerintah NTT gagal mempertimbangkan hal-hal di atas, alih-alih mendongkrak capaian pendidikan, kebijakan ini justru bisa mengancam kesehatan remaja NTT serta kesejahteraan mereka dalam menempuh pendidikan.
Mengingat penetapan jam sekolah adalah domain kebijakan publik, maka hal ini perlu berlandaskan pemahaman terkait kebutuhan anak dan remaja dari berbagai sisi.
Berkaca dari literatur yang ada, kami berpandangan bahwa masuk sekolah pada pukul 5 pagi mengancam kesehatan, kebutuhan tidur remaja, serta kemampuan kognitif.
Dalam menimbang kebutuhan tidur, misalnya, penting untuk memahami bahwa setiap manusia memiliki jam biologis, atau biasa disebut dengan “ritme sirkadian” (circadian rythm).
Bukti sistematis ini pun telah diuraikan secara mendalam oleh para pemenang Hadiah Nobel Kedokteran 2017 yakni Jeffrey C. Hall, Michael Rosbash, dan Michael W. Young.
Riset-riset mereka membuktikan adanya mekanisme biokimia yang mengontrol ritme fisiologis makhluk hidup – kapan mengantuk hingga kapan tubuh terjaga penuh – sesuai stimulus lingkungan dan cahaya.
Matthew Walker, profesor neurosains di University of California, Berkeley di Amerika Serikar (AS) juga mengangkat tentang peran ritme sirkadian ini dalam bukunya Why We Sleep: The New Science of Sleep and Dreams (2017) yang membahas alasan ilmiah mengapa tidur itu penting.
Baca juga: Ini Akibatnya jika Anak Tidak Sarapan Sebelum ke Sekolah