Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/03/2023, 16:00 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Marah adalah emosi yang bisa dirasakan siapa saja, dari anak-anak hingga orang tua, dengan alasan yang berbeda-beda.

Namun, dilansir dari Psychology Today, tidak ada yang namanya kemarahan dan apa yang kita rasakan adalah ketakutan, sakit hati, atau frustrasi.

Bagaimana pun kita melabelinya, kemarahan perlu dikendalikan. Kemarahan yang berlebihan dan tidak terkendali dapat menimbulkan masalah dalam hubungan dengan teman, keluarga, rekan di tempat kerja, hingga masalah kesehatan fisik dan mental. 

Apa yang terjadi pada tubuh saat marah?

Melansir Medical News Today, saat kita marah, detak jantung, ketegangan arteri, dan produksi testosteron meningkat, kortisol (hormon stres) menurun, dan belahan otak kiri menjadi lebih terstimulasi. 

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh Jika Sering Bergadang?

Hal ini ditunjukkan oleh penyelidikan baru yang dipimpin oleh para ilmuwan dari University of Valencia (UV) yang menganalisis perubahan respons aktivasi kardiovaskular, hormonal, dan asimetris otak saat kita marah.

Neus Herrero, penulis utama studi dan peneliti di UV mengatakan, merangsang emosi menghasilkan perubahan besar dalam sistem saraf otonom, yang mengontrol respons kardiovaskular dan juga dalam sistem endokrin. 

Selain itu, perubahan aktivitas otak juga terjadi, terutama di lobus frontal dan temporal.

Para peneliti menginduksi kemarahan pada 30 pria menggunakan versi yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Spanyol dari prosedur “Anger Induction” (AI), yang terdiri dari 50 frasa yang mencerminkan situasi sehari-hari yang memicu kemarahan. 

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Otak Saat Mengonsumsi Kafein?

Sebelum dan segera setelah rangsangan kemarahan, peneliti mengukur detak jantung, ketegangan arteri, kadar testosteron dan kortisol, dan aktivasi asimetris otak (menggunakan teknik mendengarkan dikotik), 

Hasilnya, yang diterbitkan dalam jurnal Hormones and Behavior, mengungkapkan bahwa kemarahan memicu perubahan besar pada keadaan pikiran subjek (mereka merasa marah dan memiliki keadaan pikiran yang lebih negatif) dan dalam parameter psikobiologis yang berbeda. 

Tak hanya itu, peneliti juga mencatat adanya peningkatan denyut jantung, ketegangan arteri dan testosteron, tetapi kadar kortisol menurun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com