Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Menakar Aset Kekayaan Hayati Mikroorganisme

Kompas.com - 06/06/2021, 20:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Achmad Dinoto, Ph.D

Tanggal 22 Mei tidak lepas dari Hari Keanekaragaman Hayati (Kehati) Internasional. Isu utama perayaan setiap tahunnya sudah dapat diprediksi. Tidak jauh dari kepedulian konservasi dan pemanfaatan kehati.

Isu ini memang sangat relevan bagi banyak negara. Apalagi Indonesia, yang disebut-sebut sebagai negara dengan kehati tertinggi.

Namun pertanyaan yang menantang untuk dijawab adalah seberapa kaya kah Indonesia? Berapa nilai aset kekayaan hayatinya?

Kekayaan hayati Indonesia tidak hanya tumbuhan dan hewan yang terlihat. Namun juga, mikroorganisme yang tak tampak mata.

Tergantung dari jenisnya, mikroorganisme dapat bersifat menguntungkan atau justru merugikan manusia.

Uniknya, kedua sifat yang antagonis tersebut tetap memiliki nilai ekonomi.

Mikroorganisme penyebab penyakit sudah sewajarnya dianggap merugikan. Namun jangan salah, ada sisi lain yang menggiurkan dalam perspektif bisnis agen hayati.

Keberadaan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi sejak tahun 2020 lalu kini mulai tampak manfaat industrinya.

Material virus tersebut, bermanfaat sebagai referensi untuk pengembangan alat deteksi cepat seperti tes antigen atau PCR.

Bahkan yang termutakhir, virus ini digunakan sebagai bahan cetak (template) obat-obatan baru seperti vaksin anti-Covid-19.

Baca juga: Teknologi Biokomposit Berkelanjutan dan Pengurangan Eksploitasi Hutan

Proses bisnis mikroorganisme

Mikroorganisme di bumi jumlahnya fantastis, mencapai angka 1030 sel. Keberadaannya tersebar di berbagai tempat, tanah, perairan, sedimen, tumbuhan, termasuk bagian tubuh hewan dan manusia.

Jenisnya sangat beragam dan diperkirakan mencapai 1,6 juta spesies. Ironinya, baru 0,001% saja mikrorganisme yang terungkap keberadaannya secara global.

Banyak mikroorganisme gagal ditumbuhkan dalam lingkungan tiruan di laboratorium.

Beruntung, sebagian darinya telah berhasil tumbuh dan disimpan dalam keadaan hidup dengan teknologi terkini.

Pencarian mikroorganisme baru (novel species) sangat menantang, karena nilai fungsionalnya yang sangat mungkin baru pula.

Keunikan setiap galur hasil bentukan proses adaptasi lingkungan menjadi incaran para peneliti asing sampai hari ini.

Para ilmuwan terjun langsung ke tempat hidup mikroorganisme di alam (habitat). Mengambil cuplikan sampel, menumbuhkan, dan memisahkannya di laboratorium sampai hanya dijumpai satu galur tunggal.

Karakteristik masing-masing galur tersebut kemudian diamati dan diseleksi untuk tujuan tertentu. Agar dapat dimanfaatkan terus-menerus, mikroorganisme harus disimpan dalam keadaan hidup dengan teknik khusus.

Biasanya, dalam kondisi kering beku atau dalam cairan pada kondisi super dingin di bawah 80 derajat celsius. Masa simpannya dapat mencapai puluhan tahun di tempat yang disebut bank sel.

Bank sel ini tidak hanya berperan sebagai tempat penyimpanan, namun juga tempat pendistribusian bagi yang memerlukannya seperti pihak industri dan pendidikan.

Dengan demikian, mikroorganisme dapat diposisikan sebagai aset nasional yang dapat meningkatkan perekonomian bangsa.

Baca juga: Terahertz: Memburu Kemanfaatan Slot Frekuensi yang Tersisa

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com