Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan yang Mengubah Dunia: Cuci Tangan yang Jadi Kontroversi Seabad

Kompas.com - 10/03/2020, 17:31 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Cuci tangan menjadi strategi yang diklaim cukup efektif dalam menangkal penyebaran infeksi virus corona. Faktanya, budaya cuci tangan telah ada sejak berabad-abad lamanya.

Namun, hubungan antara mencuci tangan dan penyebaran penyakit baru terjadi sekitar dua abad lalu.

Bahkan, berabad-abad lalu kebiasaan cuci tangan memunculkan pro kontra di antara sejumlah kalangan.

Lalu, bagaimana akhirnya budaya cuci tangan ini mulai dianggap penting?

Baca juga: Cuci Tangan Lebih Efektif Cegah Corona Dibanding Hand Sanitizer, Ini Buktinya

Pada pertengahan tahun 1800-an, seorang peneliti menetapkan penyebaran penyakit yang berasal dari rumah sakit. Dia adalah Ignaz Semmelweis, seorang peneliti dari Wina, Austria.

Melansir National Center for Biotechnology Information (NCBI), Selasa (10/3/2020), Semmelweis menyatakan penyakit dari rumah sakit dapat ditularkan oleh petugas kesehatan.

Pada tahun 1847, Semmelweis diangkat sebagai kepala klinik kesehatan, di salah satu dari dua klinik kebidanan di University of Vienna Allgemeine Krankenhaus.

Dia mengamati tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, yang disebabkan oleh demam nifas. Secara substansial angka tersebut lebih tinggi di satu klinik dibandingkan dengan yang lainnya.

Baca juga: Alasan Cuci Tangan Pakai Sabun Bisa Cegah Corona, Tak Perlu Antiseptik

Semmelweis juga mengamati kebiasaan dokter dan mahasiswa kedokteran setelah melakukan otopsi dan membawa bau yang tidak sedap, langsung bergegas masuk ke ruang bersalin tanpa mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum memasuki klinik tersebut.

Teori cuci tangan ditolak dokter

Melihat fenomena itu, Semmelwise berhipotesis, "partikel mayat" dipindahkan melalui tangan dokter dan mahasiswa dari ruang otopsi ke para ibu yang akan melahirkan di ruang bersalin.

Hal itu yang menyebabkan demam nifas yang dialami para ibu seusai melahirkan.

Sejak itu, Semmelweis menganjurkan agar tangan digosok dalam larutan kapur diklorinasi sebelum melakukan kontak dengan pasien, khususnya setelah meninggalkan ruang otopsi.

Setelah hal itu diterapkan, angka kematian ibu turun secara dramatis menjadi 3 persen di klinik yang paling berpengaruh.

Upaya yang dilakukan Semmelweis dalam penerapan agen antiseptik, menjadi bukti dalam mengurangi penularan kuman.

Sayangnya, Semmelweis gagal mengamati perubahan berkelanjutan dalam perilaku rekan kerja mereka. Dia mengalami kesulitan besar untuk meyakinkan rekan-rekannya dan administrator tentang manfaat dari prosedur ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com