REFLEKSI ini tentang kota dan peradaban. Negara juara salah satu indikatornya bisa dilihat dari kebahagiaan warganya, dan kelayakhunian kota-kotanya. Tak terkecuali Indonesia dan provinsi terbanyak penduduknya yaitu Jawa Barat.
Seperti provinsi lainnya di Indonesia, kota-kota Jawa Barat mempunyai masalah akut yang sulit dapat pemecahan.
Kebuntuan kota dalam memecahkan persoalan urban transport, air bersih, degradasi sosial akibat urban sprawl tak terkendali, polusi, menjadi wajah utama kota kita.
Hal ini dikarenakan absennya upaya bersama yang integratif antar-kota/kabupaten dalam satu aglomerasi perkotaan di Indonesia. Kesulitan bekerjasama adalah simtom utamanya.
Indonesia pun masih gagap dalam memaknai urbanisasi dan segenap transformasi horizontal maupun vertikal atau sektoral yang diakibatkannya.
Baca juga: Inisiasi Peran Perempuan dalam Perencanaan Perkotaan
Padahal dengan meratifikasi New Urban Agenda di Quito 2016 dalam pencapaian Sustain Development Goals (SDGs), Indonesia diharapkan merencana dan membangun dengan mengambil "up-side" dari proses "urbanisasi produktif".
Kita belum memiliki tatanan aturan dan kebijakan perkotaan yang holistik. Semua persiapan Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang perkotaan sangat sektoral atau sekadar manajemen daerah.
Kita juga belum memiliki satu pun kelembagaan metropolitan lintas kota/kabupaten yang mengurusi isu-isu "cross-cutting" seperti tata ruang, infrastruktur, kebencanaan, investasi, perumahan dan social engineering.
Jawa Barat kini kembali memimpin dalam menghasilkan inovasi dalam pengelolaan pembangunan. Jawa Barat menjadi provinsi pertama yang mendirikan kelembagaan metropolitan dengan meresmikan dua badan pengelola yaitu BP Metropolitan Rebana dan BP Metropolitan Cekungan Bandung.
Ridwan Kamil sebagai mantan gubernur bukan saja fasih dalam pengelolaan pembangunan. Kemampuan bekerja berkolaborasi dengan para pemimpin kota dan kabupaten yang berasal dari berbagai partai, menjadi kunci utama keberhasilannya.
Baca juga: Problematika Penyediaan Perumahan di Perkotaan
Inilah kunci juaranya. Keterampilan teknokratik yang disertai dengan keluwesan di birokrasi dan politiknya yang sangat inklusif.
Ke depan Indonesia harus fokus pada penyusunan UU tentang Urbanisasi. Bukan hanya soal kota desa. Transformasi dan manfaat dari "mengota"-nya negeri ini baik ruang, ekonomi maupun sosial-budaya-politik dan kesetaraan dan hukum, niscaya menjadi arus utama kehidupan negara ke depan.
Para perencana dan manajemen kota di Indonesia perlu mengetahui lebih jauh proses pembentukan megacities, pencapaian target penyediaan perumahan, dan fasih dalam politik regionalism dan pengelolaan metropolitan yang tepat untuk Indonesia.
Masalah Indonesia ke depan adalah bagaimana proses perencanaan daerah perkotaan. Padahal kita tengok kebijakan perkotaan kita saat ini, masih sarat isu koordinatif yang sangat pelik.
Dibutuhkan pula beberapa penyempurnaan kebijakan yang fokus pada hal utama yaitu sistem perkotaan yang seimbang dan berkeadilan, kota layak huni dan inklusif.