Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Syarat Naikkan Tarif Tol, SPM Harus Disampaikan ke Publik

Kompas.com - 30/08/2023, 19:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

KOMPAS.com - Selain laju inflasi, Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebelum bisa menaikkan tarif tol.

Pasalnya, setiap dua tahun sekali terjadi kenaikan tarif tol. Sedangkan, masyarakat merasa tidak ada peningkatan pada SPM jalan tol.

Pengamat Transportasi dan Tata Kota, Yayat Supriyatna mempertanyakan terkait SPM jalan tol termasuk dalam dokumen publik atau tidak.

Mengingat fungsinya sangat penting bagi masyarakat selaku pengguna jalan yang tentu membayar tarif tol saat melintasinya.

Apabila SPM merupakan dokumen publik, harusnya disampaikan secara terbuka kepada publik sebelum Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif tol yang diajukan oleh BUJT.

"Kalau dokumen publik, menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2008 (tentang Keterbukaan Informasi Publik), harus disampaikan ke publik dulu, harus dibuka," ujar Yayat dalam diskusi publik Indonesia Toll Road Watch (ITRW) berjudul Peranan Masyarakat dalam SPM Jalan Tol dan Konsekuensi Operator Jalan Tol, pada Rabu (30/08/2023).

Baca juga: Kenaikan Tarif Tol Tiap 2 Tahun Harus Dibarengi Peningkatan Layanan

Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Unsur Pemangku Kepentingan, Sony Sulaksono Wibowo mengatakan, SPM jalan tol merupakan dokumen publik.

Akan tetapi, formatnya bersifat teknis. Sehingga dikhawatirkan masyarakat dengan latar belakang yang beragam tidak bisa memahami isinya dengan baik. 

"Kami pun terbuka menerima masukan agar SPM bisa dibaca publik. Baik itu berupa formatnya kah, atau informasinya seperti apa," katanya.

Sementara itu, Anggota BPJT Unsur Masyarakat, Tulus Abadi menambahkan, SPM jalan tol terdiri dari delapan substansi. Masing-masing juga terbagi lagi menjadi beberapa indikator.

"Dari delapan SPM itu, terbagi menjadi sub-sub yang sangat detail dan sangat teknis. Bagi saya orang non-teknis pusing juga membacanya," imbuhnya.

Menurut dia, selama mengikuti proses evaluasi dokumen SPM sebelum kenaikan tarif tol, tim Direktorat Jalan Bebas Hambatan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR mengecek ke lapangan.

Contohnya, di suatu ruas jalan tol ada 300 lubang. Tim Kementerian PUPR pun menginstruksikan BUJT untuk memperbaikinya dulu dan kemudian dilaporkan perkembangannya.

"Jadi ada mekanisme check and balance dalam pemenuhan SPM. Kalaupun dia tidak memenuhi SPM, tentu tidak bisa naik (tarif tol). Ditambah juga dengan pertimbangan laju inflasi," tuturnya.

Baca juga: 5 Proyek Jalan Tol Ini Habiskan Dana Besar untuk Pengadaan Lahan

Kendati demikian, Tulus menyebutkan bahwa secara hierarki regulasi, posisi inflasi lebih dominan dibandingkan dengan SPM sebagai pertimbangan evaluasi kenaikan tarif tol.

Sebab, istilah inflasi tertera dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Sedangkan, istilah SPM jalan tol tertera dalam regulasi yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Menteri PUPR.

"SPM tidak disebut di dalam undang-undang, hanya disebut peraturan pemerintah atau peraturan menteri. Sedangkan inflasi disebut di dalam undang-undang," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com