JAKARTA, KOMPAS.com - Rabies atau anjing gila adalah salah satu virus paling mematikan yang sering menyerang anjing.
Namun, sebetulnya, rabies tidak hanya menyerang anjing, tapi juga hewan mamalia lainnya, seperti kucing. Bahkan virus rabies juga bisa menginfeksi manusia.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Virus Rabies yang Menyerang Anjing dan Kucing
Dikutip dari Pet MD, (15/5/2024), virus rabies menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat (SSP) dengan menyebar melalui saraf hingga mencapai otak.
Rabies disebabkan virus RNA dari keluarga rhabdovirus. Virus rabies umumnya ditularkan melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi.
Ketika gigitan tersebut merusak kulit, virus rabies dapat memasuki aliran darah. Namun, virus rabies juga dapat ditularkan ke kucing, anjing, hewan lain, atau manusia tanpa gigitan, yakni melalui air liur hewan yang terinfeksi mengenai mata, mulut, atau hidung.
Baca juga: Kenali, Ini Tanda-tanda Rabies pada Kucing
Hewan yang terinfeksi rabies mengalami kelumpuhan yang melibatkan sistem pernapasan, yang akhirnya menyebabkan kematian. Begitu gejala rabies terlihat, hampir 100 persen kemungkinan akan mengakibatkan kematian.
Ada sejumlah hewan liar yang menjadi inang pembawa virus rabies, seperti kalelawar, monyet, rubah, serta rakun.
Menururt Lily Wurangian, dokter hewan yang berpraktik di klinik hewan Pondok Pengayom Satwa, Ragunan, Jakarta, Selatan, sangat kecil kemungkinan hewan yang terinfeksi virus rabies bisa sembuh.
Untuk mengetahuinya, hewan harus diobservasi selama dua minggu untuk memastikan apakah kucing benar-benar terkena rabies.
Apabila sebelum dua minggu sudah mati, akan dilakukan uji lab pada jaringan otaknya untuk benar-benar memastikan kucing terkena rabies.
Untungnya, rabies pada kucing dapat dicegah deengan melakukan vaksin antirabies secara rutin.
“Kucing yang sudah diinjeksi dengan vaksin rabies, berarti sudah aman. Sebaiknya, lakukan vaksin setahun sekali,” ujar Lily ditemui di Pondok Pengayom Satwa.
Baca juga: 5 Cara Mencegah Virus Rabies pada Anjing dan Hewan Peliharaan
Gejala ini kemudian dapat berubah cepat menjadi kelemahan atau kelumpuhan pada kaki, kejang, kesulitan bernapas, serta hipersalivasi karena kesulitan menelan dan perilaku tidak normal.
Perubahan perilaku ini bisa bervariasi, dari agresi ekstrem hingga depresi ekstrem atau koma.