JAKARTA, KOMPAS.com - Rabies adalah virus mematikan yang merusak sistem saraf pusat pada hewan berdarah panas seperti anjing, kucing, burung, dan ayam.
Penyakit zoonosis—penyakit pada binatang yang dapat ditularkan kepada manusia—ini dapat menyebar ke manusia dan hewan lain. Penyebaran ini biasanya melalui gigitan dari hewan yang sudah terinfeksi rabies.
Rabies paling sering terjadi pada satwa liar seperti rakun dan kelelawar, tetapi juga dapat menginfeksi hewan peliharaan seperti kucing dan anjing serta hewan berdarah panas lainnya.
Baca juga: 5 Ras Kucing Berkepribadian Ramah dan Tenang untuk Anak-anak
Umumnya, orang menganggap bahwa rabies paling sering dialami anjing. Padahal, kucing juga bisa terkena rabies meski kucing berada di dalam rumah.
Bahkan jumlah kasus kucing yang terkena rabies sebenarnya melebihi kasus pada anjing. Hal ini mungkin karena kucing lebih sering dibiarkan berkeliaran bebas di luar rumah dan bersentuhan dengan hewan liar, terutama pada malam hari.
Selain itu, banyak kucing yang tidak divaksinasi rabies secara rutin. Kucing yang terinfeksi rabies tidak langsung menunjukkan tanda-tanda.
Tanda rabies pada kucing baru muncul setelah berminggu-minggu hingga berbulan-bulan tanda-tandanya muncul. Begitu tanda-tanda rabies muncul, kematian biasanya terjadi dalam hitungan 10 hari.
Penting diketahui, tidak ada pengobatan untuk rabies pada hewan. Karena itu, sanagat penting memberikan vaksinasi rabies pada kucing.
Baca juga: Bisakah Kucing Terkena Rabies? Ini Penjelasan dan Gejalanya
Dilansir The Spruce Pets, tanda-tanda rabies pada kucing biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yakni prodromal, excitative/furious, dan paralytic.
Namun, sebelum tanda-tanda rabies muncul, Anda akan melihat adanya luka gigitan atau abses kucing. Abses ini bisa berasal dari satwa liar, kucing lain, bahkan anjing yang membawa rabies.