Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terumbu Karang Dunia Alami Pemutihan Massal, Ada Apa?

Kompas.com - 16/04/2024, 17:00 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber CNA

SYDNEY, KOMPAS.com - Di sepanjang garis pantai dari Australia, Kenya, hingga Meksiko, banyak terumbu karang berwarna-warni di dunia telah berubah warna menjadi putih pucat.

Peristiwa yang menurut para ilmuwan pada Senin (15/4/2024) merupakan peristiwa pemutihan global keempat dalam tiga dekade terakhir.

Setidaknya 54 negara dan wilayah telah mengalami pemutihan massal terumbu karang mereka sejak Februari 2023 akibat perubahan iklim yang menghangatkan permukaan air laut, menurut Coral Reef Watch milik US National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA), yang merupakan badan pemantau terumbu karang terbesar di dunia.

Baca juga: Filipina Nekat Singkirkan Penghalang Karang di Laut Sengketa, China Merespons Pedas

Dilansir dari CNA, pemutihan dipicu oleh anomali suhu air yang menyebabkan karang mengeluarkan alga berwarna-warni yang hidup di jaringannya.

Tanpa bantuan alga dalam memberikan nutrisi pada karang, maka karang tidak dapat bertahan hidup.

“Lebih dari 54 persen kawasan terumbu karang di lautan global mengalami tekanan panas akibat pemutihan,” kata koordinator Coral Reef Watch Derek Manzello.

Pengumuman peristiwa pemutihan global terbaru ini dilakukan bersama oleh NOAA dan International Coral Reef Initiative (ICRI), sebuah kemitraan konservasi antar pemerintah global.

Agar suatu peristiwa dapat dianggap global, pemutihan yang signifikan harus terjadi di ketiga cekungan samudra, Atlantik, Pasifik, dan Hindia, dalam jangka waktu 365 hari.

Seperti peristiwa pemutihan tahun ini, tiga peristiwa pemutihan terakhir, pada tahun 1998, 2010 dan 2014-2017, juga bertepatan dengan pola iklim El Nino, yang biasanya menyebabkan suhu laut menjadi lebih hangat.

Suhu permukaan laut selama setahun terakhir telah memecahkan rekor yang tercatat sejak tahun 1979, seiring dengan dampak El Nino yang diperburuk oleh perubahan iklim.

Baca juga: Sri Lanka Mendayung di Antara Batu-batu Karang

Karang merupakan hewan invertebrata yang hidup berkoloni. Sekresi kalsium karbonatnya membentuk perancah keras dan protektif yang berfungsi sebagai rumah bagi banyak spesies ganggang bersel tunggal yang berwarna-warni.

Para ilmuwan telah menyatakan kekhawatirannya bahwa banyak terumbu karang di dunia tidak akan pulih dari tekanan panas yang berkepanjangan.

“Apa yang terjadi ini merupakan hal baru bagi kami dan bagi ilmu pengetahuan,” kata ahli ekologi kelautan Lorenzo Alvarez-Filip dari National Autonomous University of Mexico.

Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Great Barrier Reef Alami Pemutihan Karang

“Kami belum dapat memperkirakan seberapa parah dampak yang akan terjadi pada karang,” bahkan jika mereka mampu bertahan dari tekanan panas, Alvarez-Filip menambahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com