NUSA DUA, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping untuk kali pertama bertemu langsung sejak Biden menjabat pada awal 2021.
Biden dan Xi Jinping bertemu di Bali pada Senin (14/11/2022), menjelang KTT G20 Indonesia yang digelar tanggal 15-16 November 2022.
Dikutip dari kantor berita AFP, berikut adalah lima poin utama dari pertemuan kedua pemimpin negara adidaya tersebut.
Baca juga: KTT G20: Presiden China Xi Jinping Tiba di Bali, Disambut Anak-anak Berkostum Daerah
Sebagai pembuka, Biden dan Xi Jinping saling menyapa bahwa mereka sama-sama senang bisa bertemu secara langsung.
"Sejak Anda menjadi presiden, kami terus berkomunikasi melalui konferensi media, panggilan telepon, dan surat. Tetapi tidak ada yang benar-benar dapat menggantikan pertemuan tatap muka. Hari ini kami akhirnya mengadakan pertemuan tatap muka ini," kata Xi.
Senada dengan pemimpin Partai Komunis China itu, Biden juga mengungkapkan hal yang sama.
"Memang, hanya ada sedikit pengganti untuk diskusi tatap muka. Dan seperti yang Anda tahu, saya berkomitmen menjaga jalur komunikasi tetap terbuka antara Anda dan saya secara pribadi, begitu juga pemerintah kita secara keseluruhan," ujarnya.
Jawabannya sejauh ini tidak banyak, dan tentu saja bukan yang kemungkinan diinginkan Putin.
Dalam pertemuan di Bali, Biden dan Xi Jinping sepakat bahwa satu hal yang tidak akan didapatkan Kremlin adalah dukungan penggunaan senjata nuklir oleh Putin.
"(Biden dan Xi) menekankan penentangan mereka terhadap penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir di Ukraina," kata AS dalam transkrip pembicaraan.
Baca juga: Berapa Besar Peluang Putin Pakai Senjata Nuklir Rusia di Ukraina?
Menjelang pembicaraan, Gedung Putih menyampaikan bahwa hanya ada sedikit hasil konkret yang diharapkan.
Salah satunya memulai kembali kerja sama antara Washington dan Beijing pada topik-topik non-kontroversial, mengacu pada besarnya sumber daya mereka dan sorotan dunia yang menjadikan AS dan China pemain kunci.
Ada beberapa keberhasilan dalam hal ini, seperti rencana menghidupkan kembali kerja sama dalam mengarahkan dunia memenuhi target pengurangan pemanasan global dari PBB.
China sebelumnya memutuskan hubungan ini, karena marah atas dukungan AS untuk pemerintahan demokratis di Taiwan.