COLOMBO, KOMPAS.com - Krisis Sri Lanka bermula pada akhir Maret 2022, ketika ratusan pedemo menyerbu rumah Presiden Gotabaya Rajapaksa dan menuntut pengunduran dirinya.
Situasi kemudian terus berubah, menjadi Sri Lanka bangkrut dan pemerintah sempat menerapkan darurat nasional.
Terbaru, pada Selasa (12/4/2022) diumumkan bahwa Sri Lanka gagal bayar utang 51 miliar dollar AS (Rp 732 triliun) yang dipinjamnya dari luar negeri.
Baca juga: Devisa Ludes, Sri Lanka Gagal Bayar Seluruh Utang Luar Negeri Senilai Rp 732 Triliun
Negara pulau berpenduduk 22 juta orang itu juga mengalami kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang akut.
Krisis Sri Lanka menimbulkan kesengsaraan yang meluas, kondisi terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948.
Negara Asia Selatan tersebut sempat bangkit dari perang saudara mematikan pada 2009, lalu dilanda sederet pemboman tahun 2019 kemudian dihantam keras pandemi Covid-19 yang melumpuhkan sektor pariwisata vitalnya.
Dikutip dari kantor berita AFP, berikut adalah kronologi krisis Sri Lanka
Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air. Setidaknya satu orang terluka parah. Ibu kota Colombo selanjutnya menerapkan jam malam.
Saat protes menyebar, Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat dan memberikan kekuatan besar kepada pasukan keamanan untuk menangkap serta menahan para tersangka.
Sri Lanka pada 2 April mengumumkan jam malam nasional selama 36 jam dan mengerahkan tentara.
Jam malam mulai berlaku pada sore hari dan akan dicabut pada pagi hari tanggal 4 April, kata polisi. Periode itu mencakup demo anti-pemerintah yang sudah direncanakan.
Hampir semua kabinet Sri Lanka kemudian mengundurkan diri pada pertemuan larut malam, membuat Rajapaksa dan saudaranya yang menjadi perdana menteri Mahinda, terisolasi.
Baca juga: Negara Bangkrut, Sri Lanka Minta Perantau Kirim Uang untuk Dibelikan Makanan
Rajapaksa menawarkan berbagi kekuasaan dengan oposisi di bawah pemerintahan persatuan yang dipimpin oleh dia dan Mahinda, tetapi ditolak.