KOMPAS.com – ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) meminta seluruh elemen di ASEAN untuk mendesak militer Myanmar menghormati hak rakyat atas protes damai dan kebebasan berekspresi.
Pada 1 Februari, panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di bawah Dewan Administrasi Negara yang baru dibentuk.
APHR mengatakan, gerakan pro-demokrasi tanpa kekerasan telah berkembang di seluruh Myanmar, sedangkan junta militer telah menanggapinya dengan sejumlah tindakan.
Baca juga: Demonstran Myanmar Serukan Mogok Massal, Junta Militer Langsung Keluarkan Ancaman
Militer Myanmar cenderung menanggapi aksi di Myanmar dengan kekerasan. Mereka menggunakan amunisi, meriam air dan mengerahkan kendaraan lapis baja di kota.
APHR juga khawatir kekerasan semakin berkembang mengingat beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar di bawah komando Jenderal Min Aung Hlaing di masa lalu.
Beberapaa pelanggaran tersebut termasuk kejahatan terhadap etnik minoritas Rohingya dan di wilayah etnik minoritas lainnya sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com.
Baca juga: Facebook Hapus Laman Milik Militer Myanmar Setelah 2 Demonstran Tewas
APHR menyambut baik pernyataan Ketua ASEAN tentang situasi di Myanmar yang kemudian digaungkan oleh perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand kepada ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).
APHR juga terdorong oleh seruan dari para pemimpin Indonesia dan Malaysia untuk mengadakan pertemuan khusus para menteri luar negeri dari ASEAN untuk membahas situasi tersebut.
Lembaga tersebut mendorong seluruh elemen di ASEAN untuk melangkah lebih jauh dengan menggunakan semua pengaruh diplomatik yang dimiliki.
Baca juga: 2 Pedemo Myanmar Tewas Ditembak Polisi, Salah Satunya di Kepala