Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Dipukuli Suami karena Memberi Tahu Nama Saya ke Dokter"

Kompas.com - 25/07/2020, 20:28 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

KABUL, KOMPAS.com - Seorang perempuan di kawasan barat Afghanistan, sebut saja Rabia, mengalami demam tinggi. Dia memeriksakan diri ke dokter, lalu didiagnosis mengidap Covid-19.

Rabia pulang ke rumah dalam kondisi lemah dan demam. Dia memberi resep dokter kepada suaminya agar dia bisa segera meminum obat.

Namun ketika suaminya melihat nama Rabia tertera di resep itu, dia langsung memukulinya. Alasannya, Rubia memberi tahu namanya kepada laki-laki yang tak dikenal.

Baca juga: Bendera Simbol Perbudakan Dibentangkan Pasukan Khusus Australia di Afghanistan

Kisah Rubia, yang dikisahkan kepada BBC melalui temannya, bukan satu-satunya di Afghanistan. Di negara itu, keluarga sering memaksa perempuan untuk merahasiakan nama dari orang asing, termasuk dokter.

Mengungkap nama perempuan kepada publik dianggap perbuatan keliru dan bisa dikategorikan penghinaan. Banyak laki-laki Afghanistan menolak menyebut nama saudara perempuan, istri, atau ibu mereka.

Perempuan pada umumnya hanya disebut sebagai ibu, anak perempuan, atau saudara perempuan laki-laki tertua dalam keluarga mereka.

Hukum Afghanistan menyatakan, hanya nama ayah yang harus dicatat dalam akta kelahiran seorang bayi perempuan.

Baca juga: Jelang Perundingan Damai dengan Afghanistan, Taliban Rombak Tim Negosiator

Masalah dimulai ketika seorang bayi perempuan dilahirkan. Butuh waktu lama baginya untuk diberi nama.

Ketika seorang perempuan menikah, namanya tidak tertera di undangan pernikahannya. Ketika sakit, namanya tidak muncul di resep dokter.

Dan saat dia meninggal, nama perempuan itu tidak muncul pada sertifikat kematiannya, bahkan di atas batu nisannya.

Namun beberapa perempuan Afghanistan kini membuat gerakan agar bisa menggunakan nama mereka secara bebas. Mereka menggunakan slogan "Where Is My Name?" atau "Di mana nama saya?".

Kampanye itu dimulai tiga tahun lalu, ketika Laleh Osmany sadar bahwa dia muak dengan wanita tidak mendapatkan apa yang dia anggap sebagai "hak dasar".

"Gerakan ini semakin dekat untuk mencapai tujuan, yaitu membujuk pemerintah Afghanistan mencatat nama ibu pada akta kelahiran," kata Osmany, 28 tahun.

Baca juga: Pasca-penembakan yang Tewaskan 25 Orang, RS di Afghanistan Buka Lagi

Laleh Osmany, penggagas kampanye Where Is My Name di Afghanistan.BBC INDONESIA Laleh Osmany, penggagas kampanye Where Is My Name di Afghanistan.
Gerakan ini sepertinya mulai meraih hasil positif dalam beberapa minggu terakhir.

Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, disebut telah menginstruksikan Pusat Otoritas Pencatatan Sipil Afghanistan (Accra) mempertimbangkan revisi Undang-Undang Registrasi Penduduk.

Kabar itu muncul dari seorang pejabat dekat sang presiden.

Revisi beleid itu disebut akan mengizinkan perempuan mengungkap nama mereka pada kartu identitas dan akta kelahiran anak-anak mereka.

BBC mengetahui bahwa beleid itu telah diubah dan sudah diteruskan ke Kantor Urusan Administrasi Presiden (OAA).

Baca juga: Berniat Bunuh Diri, Veteran Perang Afghanistan Ini Malah Dapat Pekerjaan dari Penolongnya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com