Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Rendahnya Konsumsi Cokelat di Indonesia, meski Jadi Penghasil Terbesar

Kompas.com - 01/03/2024, 10:38 WIB
Krisda Tiofani,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Angka konsumsi cokelat di Indonesia terbilang sangat rendah bila dibandingkan dengan Swiss. Padahal, Indonesia masuk 10 besar penghasil cokelat terbesar di dunia selama bertahun-tahun.

"Angka konsumsi cokelat di Swiss itu tujuh sampai delapan kilogram per kapita per tahun. Kalau di Indonesia, hanya 0,1 kilogram per kapita per tahun," ujar Co-Founder Pipiltin Cocoa, Tissa Aunilla saat ditemui Kompas.com usai pembukaan Pipiltin Cocoa di Plaza Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).

Peringkat produksi cokelat di Indonesia juga mengalami penurunan. Dari peringkat ketiga penghasil cokelat terbesar dunia, menjadi peringkat keenam saat ini.

Menurut Tissa, tidak heran bila angka konsumsi cokelat di Swiss sangat tinggi. Sebab, pengolahan cokelat di negara tersebut sudah berlangsung selama ratusan tahun.

Belum lagi, kebiasaan makan cokelat yang sudah lama berlangsung dan menjadi budaya masyarakat Swiss.

Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia. Menurut Tissa, orang Indonesia tidak terbiasa mengonsumsi cokelat, layaknya masyarakat Swiss.

"Orang Indonesia dari dulu enggak mau mengolah cokelat karena rumit dan pengetahuannya juga bukan dari Indonesia, dari Eropa," katanya.

Tissa lantas berbagi kisahnya. Ia memutuskan mengolah cokelat Indonesia pada 2013 lalu, tetapi perlu belajar ke Eropa, termasuk soal bagaimana mereka mengolah kakao menjadi produk cokelat yang disukai banyak orang.

Baca juga:

Pahit-manis cokelat Indonesia

Olahan cokelat di Pipiltin Cocoa Plaza Senayan.Kompas.com/Krisda Tiofani Olahan cokelat di Pipiltin Cocoa Plaza Senayan.

Budaya makan cokelat yang tidak berlaku di Indonesia disebabkan oleh dua hal yakni ketakutan akan harga cokelat yang mahal serta rasa cokelat asli yang masih asing di lidah banyak orang.

Tissa menuturkan, cokelat asli Indonesia memiliki rasa beragam. Rasanya bukan manis, melainkan justru agak pahit.

Sementara itu, masyarakat Indonesia lebih mengenal rasa cokelat yang manis sejak dulu.

"Menurut penelitian, Indonesia itu mempunya kakao yang paling beragam di dunia. Ada asam, pahit, manis," tuturnya.

Perbedaan rasa ini muncul dari cokelat yang ditanam di daerah berbeda. Misalnya, Sulawesi, Bali, Aceh, dan Sumatera yang menjadi provinsi penghasil cokelat terbesar di Indonesia.

"Banyak faktor yang memengaruhi rasa cokelatnya, kayak suhu udara dan kelembapan tanahnya," tambah dia.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Foodplace (@my.foodplace)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com