KOMPAS.com - Sei, hidangan khas Nusa Tenggara Timur (NTT) kian populer beberapa tahun belakangan.
Daging asap yang diiris ini jadi lebih mudah ditemukan di banyak kafe dan restoran luar NTT.
Apry Johannis Messah, pemilik Casa Blanco Cafe & Resto, mengatakan, sei asli Kupang, NTT memiliki ciri khas tersendiri.
Aroma, warna, dan rasa sei bisa jadi berbeda bila tidak menggunakan metode memasak seperti masyarakat NTT.
Kamu dapat menyimak fakta menarik sei, disampaikan oleh Apry ketika ditemui Kompas.com, Selasa (12/12/2023), berikut ini.
Baca juga:
Sei pertama kali dibuat oleh masyarakat pedalaman Timur. Bukan daging sapi, sei justru dibuat dari babi hutan.
"Sei awalnya dibuat dari babi hutan karena dagingnya lebih keras dan ada lemaknya. Memang rasanya berbeda," kata Apry.
Sei babi berwarna lebih pucat, sementara sei sapi terlihat merah saat matang
Seiring perkembangan zaman, penggantian daging babi menjadi daging sapi untuk membuat sei pun sudah menjadi hal normal.
Tidak hanya memerhatikan rasa dan aroma sei, kehalalan makanan juga menjadi faktor penting agar sei bisa dikonsumsi semua orang.
Tidak sembarang kayu dijadikan bahan bakar untuk mengasap daging. Biasanya, masyarakat NTT menggunakan kayu kosambi untuk membuat sei.
"Pohon itu aslinya dari India dan dia akan tumbuh serta menyebar di tanah kering. Makanya tumbuh subur di daerah Timur karena tanahnya tandus," jelas Apry.
Batang kayu kosambi akan dibakar, asapnya digunakan untuk mematangkan daging hingga lembut.
Proses asap daging khas NTT ini dimulai dengan menyiapkan tungku setinggi 80 sentimeter.
Batang kayu kosambi berukuran besar akan ditaruh di bawah tungku, sementara di atasnya disusun kayu lamtoro.
"Dagingnya dipotong memanjang dan ditaruh di atas kayu lamtoro. Di atas dagingnya ditutup dengan daun kosambi sehingga aromanya berbeda sekali dengan sei yang diproduksi di Jawa," kata Apry.