KOMPAS.com - Jepang tengah dilanda flu burung terburuk sepanjang sejarah yang mengakibatkan jutaan ayam dimusnahkan dan telur menjadi barang mewah saat ini. Harga makanan berbahan dasar telur pun melambung tinggi.
Melansir BBC, hal itu menjadi masalah karena telur merupakan salah satu bahan pokok dalam berbagai masakan Jepang.
Para ilmuwan mengatakan bahwa mungkin virus flu burung sudah bermutasi sehingga membuat wabah ini adalah wabah terburuk yang pernah terjadi.
Saat ini, Jepang terpaksa memusnahkan 17 juta ekor ayam atau sekitar sembilan persen dari ayam petelur. Menurut data seorang penjual telur lokal, dalam setahun terakhir, harga grosir telur melonjak lebih dari 70 persen.
Z-Tamago, sebuah unit dari Federasi Nasional Asosiasi Koperasi Pertanian di Jepang, mengatakan bahwa harga satu kilogram telur ukuran sedang saat ini mencapai 350 yen atau setara Rp 38.700.
Bagi konsumen, lonjakan harga tersebut tidak terlalu curam, tetapi dampaknya terasa pada harga makanan yang berbahan telur.
Baca juga:
Banyak perusahaan makanan yang terpaksa menangguhkan penjualan atau menaikkan harga produk mereka yang berhubungan dengan telur.
Sebulan yang lalu, McDonald’s Jepang terpaksa untuk menangguhkan penjualan salah satu burger populer mereka yang menggunakan bahan telur, yaitu burger teritama.
Minimarket 7-Eleven Jepang juga harus menangguhkan penjualan sekitar 15 barang yang berhubungan dengan telur sejak Februari.
Selain itu, toko lain di Jepang mengurangi komposisi telur pada resep roti lapis dan salad mereka.
Baca juga:
Perusahaan makanan Kewpie, yang dikenal dengan produk mayones berbahan kuning telur, menaikkan harga hingga 21 persen mulai April 2023.
Pada bulan Februari, Skylark Holdings, perusahaan yang menaungi banyak restoran di Jepang, menangguhkan penjualan berbagai makanan berbahan telur, termasuk nasi goreng telur dan pancake.
Jika biasanya pelanggan bisa mendapat telur rebus secara gratis saat memesan hot pot sukiyaki, sekarang ini pelanggan harus membayar sebesar 55 yen atau setara Rp 6.000.
Melansir hasil riset Teikoku Databank yang dikutip dari BBC, dari 100 perusahaan restoran yang terdaftar di Jepang, sebanyak 28 persen restoran sedang mempertimbangkan atau telah menangguhkan sebagian menu mereka yang berbahan telur.
Firma itu menambahkan bahwa dengan pemusnahan massal ayam, diperkirakan pasokan telur di Jepang belum akan pulih dalam waktu dekat.