Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syafbrani ZA
Penulis dan Konsultan Publikasi

Penulis Buku diantaranya UN, The End..., Suara Guru Suara Tuhan, Bergiat pada Education Analyst Society (EDANS)

Mencegah Anak Terpapar Residu Negatif Pemilu

Kompas.com - 28/01/2024, 08:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MIMPI Pilpres 2024 menjadi momentum untuk menetralisir polarisasi yang muncul dari efek pemilu-pemilu lalu sepertinya akan sulit terwujud.

Padahal, sudah bertahun-tahun lamanya kita disajikan ihwal pertikaian tak bertepi dan saling bela membabi buta.

Komentar provokatif hampir bermunculan tanpa kenal henti di linimasa media sosial. Bahkan saling tuduh dan menghina.

Bukan hanya di tingkat elite — yang kadang hanya bentuk pragmatisme semata — namun masyarakat kelas bawah yang mungkin tidak pernah dikunjungi sang elite juga ikut-ikut bermusuhan. Semuanya terjadi hanya karena pilihan politik fanatik.

Walhasil, perilaku-perilaku yang memicu terbelahnya kehidupan di lingkungan (media) sosial itu tanpa disadari menjadi kebiasaan sehari-hari.

Karena hasrat agar pilihan kita menjadi pemenang utama, kita terlena sehingga tanpa sadar telah memberi ‘tunjuk ajar’ kepada generasi dini.

Alih-alih berharap terciptanya keteladanan dari pesta politik, kita sebagai orangtua malah menjadi biang provokator di lingkungan keluarga. Menutup mata atas dampak negatif yang kelak akan menjalar pada jiwa anak-anak itu.

Padahal dari besarnya kasus-kasus kekerasan yang ada, bukan hanya sebagai korban, pelaku yang berusia anak juga sangat mengkhawatirkan.

Menurut catatan Kemenpppa, sampai saat ini setidaknya ada 17,4 persen pelaku kekerasan yang berstatus anak.

Seperti tragedi perundungan anak, misalnya. Kak Seto dalam tulisannya di Kompas.com "Bukan Prevensi, Saatnya Mitigasi Perundungan", sampai menegaskan betapa pentingnya menghadirkan mitigasi perundungan pascakejadian.

Menurut Kak Seto, langkah tersebut sangat diperlukan guna relasi antarmurid, antarkeluarga, serta sekolah tidak semakin panas.

Artinya apa? Di saat kasus kekerasan terhadap anak telah hadir, upaya memadamkannya tidaklah mudah.

Selain kita akan dihadapkan pada perbedaan sudut pandang dari masing-masing anak, juga akan ada perbedaan sudut pandang antarorangtua maupun guru di sekolah. Akhirnya kita juga akan berhadapan dengan upaya-upaya yang bisa berakhir dengan saling menyalahkan.

Dalam situasi demikian, seharusnya pemerintah yang memiliki banyak sumber daya mengambil langkah cepat.

Jika semakin telat, apalagi dibiarkan larut dan diurusi seadanya, maka kondisi yang terjadi akan semakin parah. Akhirnya kita semakin terjebak dalam kubangan utang keteladanan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com