Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Darurat Bahasa Daerah, Badan Bahasa Dukung Eksistensi HPBD Sulsel

Kompas.com - 09/11/2023, 18:02 WIB
Erwin Hutapea

Penulis


MAKASSAR, KOMPAS.com – Sejumlah bahasa daerah di Indonesia berada di ambang kepunahan, bahkan ada yang dinyatakan telah punah. Penyebab kemusnahan bahasa daerah itu antara lain dominasi budaya oleh masyarakat mayoritas, sejarah, dan sikap abai masyarakat penuturnya.

Menurut data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) hingga pertengahan tahun 2023, tercatat ada 718 bahasa daerah dari 2.560 daerah pengamatan di Indonesia.

Semua bahasa daerah itu dikategorikan menjadi enam status, yaitu aman, stabil tetapi terancam punah, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis, dan punah.

Bahasa daerah yang teridentifikasi telah punah adalah Hukumina, Kayeli, Liliali, Moksela, Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, dan Te’un di Maluku; Mapia dan Tandia di Papua; serta Tobada’ di Sulawesi.

Kekhawatiran terhadap kondisi darurat bahasa daerah itulah yang mendorong Badan Bahasa giat melaksanakan salah satu program prioritasnya, yaitu revitalisasi bahasa daerah.

Berkaitan dengan itu, komunitas pelestari bahasa daerah pun bermunculan, salah satunya yaitu Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulawesi Selatan (HPBD Sulsel).

Badan Bahasa pun memberi respons positif terhadap kehadiran HPBD Sulsel sebagai salah satu di antara sekian banyak kelompok pegiat untuk melestarikan bahasa daerah.

“Lahirnya HPBD ini merupakan praktik baik karena sejatinya itu menjadi harapan pemerintah pusat, apalagi dalam era saat ini sesuai prinsip Mas Menteri (Mendikbud Ristek Nadiem Makarim) tentang program Merdeka Belajar,” ujar Sekretaris Badan Bahasa Hafidz Muksin dalam permbukaan Rapat Kerja HPBD Sulsel di Makassar, Kamis (9/11/2023).

Dalam platform Merdeka Belajar Episode Ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah yang sudah menggema di seantero Nusantara, Kemendikbud Ristek melalui Badan Bahasa secara bertahap melakukan revitalisasi bahasa daerah.

Program ini diterapkan terhadap 39 bahasa daerah di 13 provinsi pada 2022, kemudian dilanjutkan tahun 2023 dengan melibatkan 59 bahasa daerah di 22 provinsi.

Hafidz Muksin mengatakan, program-program kementerian tidak mungkin dapat dilakukan oleh kementerian itu sendiri, tetapi perlu dukungan berbagai unsur, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan lain-lain.

“Artinya perlu multipihak, ada pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, juga media massa. Itu semua perlu bersinergi, berkolaborasi. Jadi, itu bukan lagi wacana, tapi sudah diwujudkan oleh berbagai unsur yang menyadari pentingnya pelestarian bahasa daerah,” ucapnya.

Dia mengharapkan kehadiran Himpunan Pelestari Bahasa Daerah seperti di wilayah Sulawesi Selatan ini menaruh perhatian utama kepada generasi muda karena merekalah yang akan mewariskan bahasa daerah dari generasi tua dan pendahulunya.

Sebab, selama ini salah satu penyebab kepunahan bahasa daerah karena tidak diwariskan dari generasi pendahulu ke generasi penerus dalam masyarakat penuturnya.

“Fokus utamanya menyasar ke generasi muda, tunas-tunas muda untuk mewariskan bahasa daerah dari yang tua. Ini yang jadi faktor kenapa bahasa daerah itu punah karena penutur jati generasi tua kita tidak mewariskan ke generasi muda. Maka, revitalisasi bahasa daerah terutama ditanamkan ke anak-anak muda, itu yang kita wujudkan,” imbuh Hafidz.

Permbukaan Rapat Kerja Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulawesi Selatan (HPBD Sulsel) di Makassar, Kamis (9/11/2023).KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA Permbukaan Rapat Kerja Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulawesi Selatan (HPBD Sulsel) di Makassar, Kamis (9/11/2023).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com