Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UGM Usung Inovasi Bangunan Kayu yang Efektif Serap Karbon

Kompas.com - 06/11/2023, 09:42 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber UGM

KOMPAS.com - Belakangan ini, cuaca panas melanda wilayah Indonesia. Bahkan juga dialami negara-negara lain seperti Amerika, Yunani atau Italia.

Ternyata, ini imbas dari kemarau panjang serta dampak dari perubahan iklim yang diakibatkan akumulasi emisi karbon di atmosfer.

Tak heran jika banyak sektor tengah berlomba-lomba untuk mencari alternatif guna mengurangi produksi emisi karbon.

Dalam seminar beberapa waktu lalu di Universitas Gadjah Mada (UGM), Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Ir. Diana Kusumastuti, M.T., memberikan penjelasan.

Baca juga: Mahasiswa UB Rancang Ekosistem Karbon Biru untuk Atasi Polusi Udara

Cuaca ekstrem karena emisi karbon meningkat

Menurutnya, dampak pemanasan global yang memicu perubahan iklim, anomali cuaca, dan cuaca ekstrem ini disebabkan meningkatnya emisi karbon.

Pada konferensi di Glassgow COP26 tahun 2021, Presiden Jokowi juga menyampaikan, target Indonesia mencapai net zero emission selambatnya pada tahun 2060.

Dan pada tanggal 23 September 2022, Indonesia juga menyampaikan perubahan target kepada sekretariat UNFCCC, yaitu peningkatan target penurunan emisi dari semula 29 persen menjadi 31,89 persen dengan usaha sendiri.

Dikatakan, salah satu penyumbang emisi karbon terbesar adalah bangunan atau konstruksi, yakni sebanyak 30 persen dari total emisi karbon dunia.

Menyadari urgensi tersebut, Fakultas Teknik, bersama Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada mengusung inovasi pembangunan yang berbahan dasar kayu yang terbukti dapat menyerap karbon, alih-alih melepas gas rumah kaca.

"Besi dan semen ini menyumbangkan emisi yang terbesar. Sementara, semua bangunan gedung di Indonesia ini menggunakan konstruksi besi dan semen," ujarnya dilansir dari laman UGM, Senin (6/11/2023).

Pemanfaatan bahan bangunan yang renewable dengan emisi karbon yang rendah ini perlu didorong. Bahan kayu ini bersifat renewable dan memiliki periode tumbuh yang pendek, 5-10 tahun.

Baca juga: Dosen ITK Temukan Material Pengganti Kayu dari Bahan Alami

"Kelebihan material kayu ini bahkan bisa diterapkan pada bangunan gedung," imbuh Diana.

Adapun pemakaian material kayu sebagai bahan dasar umum bangunan telah lama ditinggalkan, akibat minimnya reboisasi hutan dan tren bangunan berbahan semen.

Padahal, bangunan kayu terbukti 40-50 persen lebih ringan dibanding bangunan beton dan besi. Sifat kayu sendiri memiliki elastisitas hingga titik tertentu, di mana ia akan bersifat fleksibel jika diberi tekanan.

Berbeda dengan semen dan beton yang tidak memiliki elastisitas. Kelebihan ini membuat bangunan kayu cenderung lebih tahan terhadap bencana gempa.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com