Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nidya Bikin Aplikasi "AI", Bisa Lulus Tanpa Skripsi dari Unair

Kompas.com - 30/10/2023, 14:42 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lulus tanpa skripsi bisa dirasakan oleh mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Nidya Almira Xavier Herda Putri.

Nidya bisa lulus tanpa skripsi dari membuat aplikasi berbasis Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2018 ini dinyatakan lulus kuliah setelah hasil karyanya di Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta di konversi.

Menurutnya, konversi skripsi dengan PKM merupakan hal baru yang menantang. Sebab menurutnya, penelitian PKM sama sulitnya dengan penelitian skripsi.

“Aku merasa bahwa konversi skripsi dengan PKM adalah salah satu privilege yang aku miliki untuk merasakan pengalaman ‘skripsi yang levelnya di-upgrade‘. Maksudnya aku merasa bahwa apa yang aku kerjakan selama PKM kurang lebih sama dengan apa yang seharusnya aku lakukan ketika mengerjakan skripsi,” ucapnya dilansir dari laman Unair.

Baca juga: Kisah El Siap Lulus Tanpa Skripsi, Sudah Tulis Buku 17,6 Juta Pembaca

Nidya mengaku awalnya tidak terpikir untuk melakukan konversi skripsi. Namun, semenjak bergabung dengan organisasi Garuda Sakti Unair, ia banyak belajar mengenai PKM dan mencoba untuk terjun langsung.

Penyusunan PKM kata dia sama seperti skripsi. Jadi ada pembuatan proposal berisi latar belakang hingga metode, bimbingan dengan dosen, sampai ke sidang dan penyusunan laporan akhir.

“Bedanya, di PKM ini aku bahkan dapat bimbingan eksklusif dengan tim pembina dari Unair dalam bentuk monitoring dan evaluasi bulanan, bantuan dana dari pemerintah, dan bisa merasakan langsung rasanya sidang di hadapan para reviewer dari luar daerah,” paparnya.

Membuat aplikasi AI untuk mengganti skripsi

Nidya sendiri membuat aplikasi self-care berbasis kecerdasan buatan (AI) sebagai upaya menurunkan risiko depresi bagi remaja yang ia beri nama Sejati.

Prototype aplikasi dengan fitur-fitur yang sudah lengkap itu telah melewati uji coba oleh beberapa orang dengan kriteria yang sudah ditentukan dan disesuaikan.

“Aplikasi ini terdiri dari fitur berupa rekomendasi aktivitas self-care, artikel kesehatan mental, mood tracker, serta ENO Chatbot, fitur utama kecerdasan buatan yang dapat mendengarkan cerita dari pengguna,” jelas Nidya.

Nidya mengatakan alasannya melakukan penelitian untuk menurunkan risiko depresi karena depresi adalah gangguan mental dengan prevalensi tertinggi di Indonesia, terutama untuk kelompok remaja. Ia berharap aplikasi buatannya dapat terus dikembangkan.

“ENO jadi fitur utama karena harapannya chatbot ini bisa jadi teman cerita bagi para penggunanya. Sehingga, mereka bisa merasa didengarkan kapanpun dan di manapun. Jangka panjangnya, saya juga berharap aplikasi ini bisa mengurangi stigma kesehatan mental di Indonesia,” tuturnya.

Ia berharap agar program konversi skripsi seperti ini dapat menjadi tonggak bagi iklim kebebasan akademik di lingkungan kampus.

Baca juga: 5 Ciri Teman Toxic di Dunia Perkuliahan

“Semoga para mahasiswa bisa fokus pada pengalaman yang lebih praktis dan memberi mereka ruang untuk mengembangkan diri dalam bentuk apapun. Tentu, tanpa mengurangi esensi dan manfaat yang akan mereka dapat,” tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com