Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Seragam Sekolah Mahal, P2G: Tidak Berhubungan dengan Mutu Pendidikan

Kompas.com - 27/07/2023, 20:11 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus seragam sekolah yang mahal, menarik perhatian masyarakat. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengatakan, berdasarkan observasi atau pemantauan di lapangan, alasan seragam sekolah bisa sangat mahal salah satunya karena ada banyak jenis seragam yang harus dimiliki siswa.

Kepala Bidang Advokasi Guru, Iman Zanatul Haeri mengatakan, minimal setiap siswa harus memiliki 5 jenis seragam sekolah yang berbeda-beda, yakni:

  • Seragam Putih-Merah (SD), Putih-Biru (SMP) dan Putih Abu-abu (SMA/SMK) dan warna lain sesuai jenjang.
  • Seragam olahraga
  • Seragam Pramuka
  • Seragam Jumat bagi yang muslim
  • Seragam khas daerah atau sekolah seperti batik

Baca juga: P2G: Jual Beli Seragam di Sekolah Sudah Sejak Lama Dilarang

Padahal, jelas Iman, tidak ada korelasi antara mutu pendidikan dengan jumlah seragam yang semakin banyak dan mahal.

“Silahkan cek, apa korelasi seragam sekolah yang banyak dengan peningkatan mutu pendidikan? Jangan sampai kita terlalu sibuk mengatur seragam anak, lantas mengorbankan waktu dan tenaga untuk meningkatkan kualitas pendidikan," ungkap Iman dalam keterangan resmi.

Minta Kemendikbud tinjau ulang Permendikbud 50/2022

P2G mengusulkan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) meninjau ulang Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Siswa Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasalnya, banyaknya jenis seragam sekolah dengan harga yang mahal membebani orangtua.

"Fakta tersebut menunjukkan betapa banyaknya seragam yang dipakai siswa. Dan pembelian seragam sebanyak itu jelas membebani orangtua. Belum lagi baju kegiatan ekstrakurikuler lain," kata dia.

Hal itu juga membuktikan bahwa pendidikan nasional Indonesia masih membebani orangtua siswa karena berbiaya mahal.

Selain seragam sekolah, orangtua juga harus memenuhi kebutuhan sekolah lainnya yaitu sepatu, atribut sekolah lain, tas, dan buku. Semuanya harus dipenuhi ditambah uang pangkal dan SPP khusus sekolah swasta.

Baca juga: Acara Wisuda TK-SMA di Luar Negeri Lebih Sederhana Dibanding Indonesia

Menurut P2G, biaya seragam yang banyak sudah seharusnya masuk dalam skema pembiayaan Bantuan Operasional Sekolah atau BOS dari pusat atau BOS Daerah.

Maka aturan BOS/BOS Daerah mesti diperluas untuk seragam. Juga bisa dengan skema lain yang dikembangkan oleh Pemda, seperti KJP Plus bagi siswa dari ekonomi tidak mampu di Jakarta. Agar anak dari keluarga tidak mampu betul-betul mendapatkan afirmasi dan perlakuan yang adil dari negara.

Dinas pendidikan harus ikut mengawasi

Anggi Afriansyah, Dewan Pakar P2G menyebut pihaknya mendesak Dinas Pendidikan menyisir sekolah yang melakukan praktik terlarang itu. Sebab sudah bukan rahasia lagi fakta demikian berlangsung di sekolah negeri sejak lama.

Baca juga: Beasiswa S2/S3 Stanford University, Tanpa IPK Tinggi dan Bebas Usia

"Mengapa praktik itu masih terjadi? Karena tidak adanya pengawasan dan sanksi tegas dari Dinas Pendidikan atau kepala daerah", lanjut Anggi.

Bagi P2G, seharusnya keberadaan Pengawas Sekolah berperan penting mencegahnya terulang. Faktor monitoring yang hanya administratif juga menjadi penyebab, sehingga tidak ada pencegahan atau penindakan praktik jual beli seragam dari pengawas.

P2G meminta orangtua dan siswa, jangan takut menyuarakan jika terjadi penyimpangan aturan di sekolah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com