Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
I Putu Gede Sutharyana Tubuh Wibawa
Kepala Sekolah

Kepala Sekolah di SD No. 2 Penarungan

Simalakama Pengelolaan Dana BOS

Kompas.com - 26/04/2023, 10:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERATURAN Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) telah diundangkan pada 28 Desember 2022. Salah satu komponen dana BOSP adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diperuntukkan di jenjang sekolah dasar (SD).

Juknis itu sesungguhnya memberikan kemudahan administrasi bagi para pengelola BOS, khususnya di SD yang minim sumber daya manusia (SDM) di bidang tata kelola keuangan. Hal ini bisa dimaklumi mengingat di SD pengelolaan dana BOS dipegang kepala sekolah maupun guru yang berlatar belakang jurusan pendidikan.

Pada beberapa sekolah, ada satu atau beberapa orang yang ditugaskan sebagai tenaga administrasi, tetapi hanya sebagian kecil yang menguasai administrasi pelaporan layaknya akuntan.

Baca juga: 4 Kebijakan Dana BOS Tahun 2023, Apa Saja?

Jika menilik gaung merdeka belajar yang menjadi jargon Kemdikbudristek, hal ini bisa jadi kemajuan dalam menyokong penguatan peran guru agar berfokus pada mendidik siswa. Hanya saja apabila dipahami secara detail, teknis pembagian kuota dana BOS sesungguhnya masih jauh dari semangat merdeka mengajar.

Pasal 23 berbunyi, “Besaran alokasi Dana BOS Reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a dihitung berdasarkan besaran satuan biaya Dana BOS Reguler pada masing-masing daerah dikalikan dengan jumlah peserta didik”.

Pasal itu kontradiktif dengan semangat pemerataan yang dicetuskan melalui Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK.

Pada Juknis PPDB, penerimaan siswa didominasi oleh jalur zonasi (minimal 50-70 persen), yaitu siswa yang diterima diprioritaskan dari jarak yang terdekat dengan sekolah. Dengan begitu, kualitas sekolah dianggap merata antara satu dengan yang lainnya.

Pembagian Dana BOS

Di sisi lain, alokasi dana BOS yang disalurkan ke tiap sekolah masih mengacu pada jumlah siswa pada sekolah tersebut. Jadi, tiap sekolah menerima dana BOS tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya.

Kualitas sekolah bisa terpacu setara jika diberikan intervensi dan sokongan pendanaan dalam jumlah sama sehingga peran kepala sekolah dan guru betul-betul optimal.

Pada pasal lainnya, pengelola dana BOS berpotensi terjerat kasus hukum hanya karena malaadministrasi. Pada Pasal 40 ayat (2) guru dapat dibayarkan honornya jika memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Pada Juknis BOS sebelumnya, pasal itu bisa dikecualikan karena kondisi darurat kebencanaan (pandemi).  Pada tahun 2023 ini pengelola tidak bisa membayar guru ber-SK kepala sekolah (honor sekolah) apabila guru bersangkutan belum memiliki NUPTK.

Syarat pengajuan NUPTK salah satunya adalah memiliki SK dari Pemkab/Pemprov. Sementara sebagian besar guru masih ber-SK kepala sekolah.

Pernah beberapa kali tim audit dari BPK dan Inspektorat turun ke sekolah dan menganggap hal itu pelanggaran administrasi. Dampaknya, guru yang telah menerima honor harus mengembalikan honornya karena belum memiliki NUPTK.

Baca juga: Puluhan Kepala Sekolah di Parepare Diduga Gunakan Dana BOS Ikut Bimtek ke Bali

Semestinya syarat NUPTK itu ditiadakan atau diberikan keleluasaan seperti surat keterangan dari sekolah, mengingat tidak semua guru diangkat oleh pemerintah daerah. Sebagian besar guru masih diangkat oleh sekolah walaupun saat ini sudah ada rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun nyatanya guru honorer sekolah masih tetap diperlukan tenaga dan pengabdiannya.

Bagian lainnya, pada Pasal 60 ayat (1), kepala satuan pendidikan dan pengelola BOSP dilarang memelihara prasarana satuan pendidikan dengan kategori kerusakan sedang dan berat. Ini artinya sekolah dilarang merealisasikan dana BOS untuk merehabilitasi gedung atau prasarana dalam kondisi rusak sedang maupun berat.

Padahal banyak gedung sekolah, terutama di SD yang kondisinya rusak sedang/berat. Jika pihak sekolah misalnya beritikad untuk mengecat atau sekedar mengganti kayu/komponennya, hal itu berpotensi melanggar hukum karena dilarang Juknis.

Sementara bantuan dari Pemkab tidak bisa langsung turun karena keterbatasan anggaran serta mekanisme yang cukup panjang.

Hal-hal di atas rasanya cukup krusial untuk mendapatkan tanggapan segera dari pihak terkait. Semangat merdeka belajar dan peningkatan kualitas pendidikan secara holistik juga harus didukung oleh regulasi yang memberikan semangat perbaikan dalam jangka panjang.

Perlindungan terhadap kepala sekolah dan guru mesti menjadi perhatian untuk memberikan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas, sehingga guru merasa terlindungi dan dapat menjalankan tugas-tugas secara profesional dan amanah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com