Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Johannes Sutanto (Gendhotwukir)
Swasta

Penikmat sastra dari Rumah Baca Komunitas Merapi (RBKM). Penulis pernah mengenyam pendidikan di Philosophisch-Theologische Hochschule Sankt Augustin, Jerman dan saat ini tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta.

Strategi Jitu Mendongkrak Jumlah Kunjungan ke Museum

Kompas.com - 22/09/2022, 09:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

STIGMA museum yang sepi pengunjung bukan isapan jempol belaka. Jumlah kunjungan ke museum yang tersebar di berbagai kota di Indonesia sangat memprihatinkan.

Kondisi tersebut tidak akan berubah meski pandemi Covid-19 berakhir, jika tidak ada kerja kolaboratif dan terobosan baru.

Fakta menunjukkan bahwa sebelum Covid-19 per tahun hanya dua persen saja penduduk di kota-kota besar di Indonesia yang tertarik berkunjung ke museum di kota mereka.

Harus diakui, masyarakat malas berkunjung ke museum karena kurang atraktif dan aspiratif. Pengelolaan museum yang terkesan seadanya semakin menjengahkan orang untuk berkunjung.

Kebanyakan museum belum mampu menunjukkan koleksinya yang bernilai tinggi kepada publik dengan sangat meyakinkan, selain kondisi sumber daya manusia di museum yang memprihatinkan, yakni jauh dari profesional dan masih lemah dalam kreaktivitasnya.

Kreativitas yang kurang ini mengakibatkan stagnan pada sisi pemasaran museum. Kunjungan yang sepi sudah teramalkan dengan sendirinya.

Kerja kolaboratif

Museum berdasarkan definisi yang diberikan organisasi permuseuman internasional di bawah UNESCO, yaitu International Council of Museums (ICOM) merupakan institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan.

Sebuah definisi yang sungguh-sungguh dihidupi berbagai museum di Amerika dan Eropa, berbeda dengan museum-museum yang ada di Indonesia.

Wacana keprihatinan yang kini menyeruak, yaitu karena definisi museum di atas dilalaikan banyak pengelola museum di Indonesia, sebagai suatu penegasan pentingnya merenungkan kembali hakekat museum untuk membangunkan para pengelola museum dari tidur panjangnya perlu dikedepankan.

Di samping revitalisasi yang berkelanjutan, yang utama sebenarnya mengubah image museum yang kurang atraktif dan aspiratif.

Menyoal kenyataan ini maka perlu dikemukanan di sini strategi pencitraan yang jitu. Fakta menunjukkan bahwa ada bentangan jauh antara masyarakat dan museum.

Museum perlu didekatkan pada masyarakat. Pihak pengelola melalui humasnya harus kreatif dalam hal ini.

Terkait kreativitas di atas penulis punya pengalaman unik. Pihak humas di sebuah museum yang letaknya tidak jauh dari kampus tempat penulis studi sewaktu di Jerman mengemas banyak acara di museum sebagai satu strategi mendekatkan museum pada masyarakat umum.

Tidak hanya melalui seminar dan diskusi yang menghadirkan tokoh-tokoh ternama, humas tersebut juga menggelar berbagai konser dan pameran khusus di museum.

Sudah dapat dipastikan, sebelum acara-acara tersebut dimulai, masyarakat dan undangan menikmati koleksi museum. Intinya, pihak pengelola dan kehumasan harus mau berpikir maju dan kreatif alias tidak pasif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com