Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/08/2022, 11:41 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Salah satu mahasiswa S3 Universitas Gadjah Mada (UGM) dr. Atitya Fithri Khairani, MSc., Sp.S(K)., berhasil meraih gelar doktor usai melakukan penelitian terkait terapi pasien epilepsi.

Menurut dokter Atitya, epilepsi merupakan penyakit neurologis yang sering ditemui. Sebagian besar pasien epilepsi akan bebas kejang setelah mendapatkan terapi obat anti-epilepsi (OAE) yang tepat.

Namun hasil penelitian yang kontroversial mengenai terapi pasien epilepsi menjadi latar belakang penelitian yang digiatkan oleh pakar Saraf dan juga Staf dari Departemen Ilmu Kesehatan Saraf Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM.

Baca juga: Ini 5 Tips Saat Hari Pertama Kerja dari Alumni UGM

Melalui penelitiannya berjudul “Hubungan Hubungan Polimorfisme SCN1A dengan Respons Terapi Pasien Epilepsi dengan Fenitoin”, berhasil mengantarkan dr. Atitya meraih gelar Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FK-KMK UGM, Rabu (3/8/2022).

"Epilepsi merupakan penyakit neurologis yang sering ditemui," ujarnya seperti dikutip dari laman FK-KMK UGM, Kamis (4/8/2022).

"Sebagian besar pasien epilepsi akan bebas kejang setelah mendapatkan terapi obat anti-epilepsi (OAE) yang tepat," imbuhnya.

Dipengaruhi banyak faktor

Adapun mekanisme epilepsi resistan obat masih belum dapat dijelaskan karena respons individu terhadap OAE dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor genetik.

Dengan menyitir salah satu artikel ilmiah, dr. Atitya menyatakan bahwa faktor genetik tidak hanya berperan pada epilepsi, tetapi juga dalam farmakokinetika dan farmakodinamika OAE.

Sementara mekanisme kerja sebagian besar OAE pada Voltage-Gated Sodium Channels (VGSC), sehingga mutasi pada gen yang mengkode saluran natrium berperan penting dalam epilepsi dan respons OAE, termasuk resistansi OAE.

"Karbamasepin dan Fenitoin merupakan OAE yang bekerja pada VGSC," tuturnya lagi.

Penelitian yang melibatkan 120 subjek dan dilakukan dalam durasi waktu Desember 2019 - Maret 2021 ini berhasil menyimpulkan.

Baca juga: Akademisi UGM: Ini Penyebab dan Pertolongan Pertama Epilepsi

Yakni bahwa analisis haplotipe menunjukkan bahwa kombinasi SCN1A rs3812718-rs2298771 memiliki hubungan signifikan dengan respons pengobatan pasien epilepsi dengan Fenitoin.

Meskipun tidak ada hubungan antara gen SCN1A rs3812718 dan rs2298771 dengan respons Fenitoin apabila dianalisis masing-masing.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com